Cari Blog Ini

Kamis, 20 Desember 2018

Jenis – jenis Surat Tanah Sebagai Bukti Penguasaan Atas Tanah

Pendahuluan

Berdasarkan UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, sertifikat tanah yang sah di mata hukum adalah Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dan Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS). Namun ternyata, ada lagi jenis surat-surat yang kerap digunakan masyarakat Indonesia sebagai bukti penguasaan akan sebuah tanah. Bentuk penguasaan ini diakui oleh peraturan pertanahan indonesia adapun bentuk kepemilikan tersebut adalah sebagai berikut :

GirikPetok DLetter CSurat IjoRincikWigendom atau Eigendom VerbondingHak UlayatOpstaalGogolanGebruikErfpachtBruikleen

Ternyata jenis – jenis kepemilikan tanah yang pernah dan masih digunakan di Indonesia banyak ya!!!. Dan untuk lebih memperjelas pengertian dari masing-masing bukti kepemilikan tersebut akan mari kita bahas satu persatu.

Girik.

Ungkapan dan istilah girik adalah istilah yang sudah populer. Girik ini bukanlah seperti sertipikat sebagai bukti kepemilikan tanah, melainkan hanya merujuk pada sebuah surat pertanahan yang menunjukkan penguasaan lahan untuk keperluan perpajakan. Di dalam surat ini dapat ditemui nomor, luas tanah, serta pemilik hak atas tanah karena jual-beli atau warisan. Kepemilikan tanah dengan surat girik ini sendiri harus ditunjang dengan bukti lain yaitu kepemilikan Akta Jual beli atau surat waris.

Petok D.

Sebelum tahun 1960 atau sebelum UUPA terbit, surat Petok D memiliki kekuatan yang setara dengan sertipikat kepemilikan tanah. Namun setelah Undang-Undang Pokok Agraria berlaku pada 24 Desember 1960, kekuatan pembuktian tersebut tidak lagi berlaku. Kini, surat Petok D hanya dianggap sebagai alat bukti pembayaran pajak tanah oleh sang pengguna tanah. Jadi, surat ini sangat lemah jika difungsikan sebagai surat kepemilikan atas tanah. Akibat dari masih banyaknya masyarakat yang tidak tahu dengan adanya perubahan peraturan tersebut, surat Petok D kerap menjadi bukti yang menimbulkan permasalahan dalam jual-beli tanah.

Letter C.

Kepemilikan atas tanah di Indonesia biasanya diberikan secara turun-temurun. Karena pada zaman dulu pengaturan atas kepemilikan properti belum terlalu ketat pengaturannya, maka muncul berbagai surat-surat tanah, salah satunya surat Letter C. Letter C merupakan tanda bukti kepemilikan atas tanah oleh seseorang yang berada di kantor desa/kelurahan. Letter C yang berbentuk buku ini sendiri fungsinya adalah sebagai catatan penarikan pajak dan keterangan mengenai identitas tanah pada zaman kolonial. Namun pada masa kini, Letter C masih kerap digunakan sebagai identitas kepemilikan tanah dan menjadi bukti transaksi jual beli tanah. Data-data tanah yang berada dalam Letter C ini sendiri disebut-sebut kurang lengkap karena pemeriksaan dan pengukuran tanahnya  selalu dilakukan dengan asal-asalan. pembahasan lengkap mengenai letter C dapat dilihat pada tulisan berikut

Apa Itu Letter C


Surat Ijo.

Surat Hijau atau Surat Ijo bukti penguasaan atas tanah ini hanya berlaku di Kota Surabaya. Surat Hijau ini merujuk pada surat dengan tanah berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari pemerintah kota kepada orang yang menyewa tanah tersebut. Surat Ijo tersebut dapat diperpanjang oleh pihak penyewa selama tanah yang disewakan tidak akan digunakan oleh Pemkot Surabaya.

Mengapa namanya Surat Ijo? hal ini dikarenakan blangko surat perizinan atas hak pemakaian tanahnya menggunakan blanko yang berwarna hijau. Disebutkan, lahan tanah dengan Surat Ijo ini tidak akan diberikan atau dijual kepada penyewa karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Maka itu tanah-tanah tersebut tetap dibiarkan sebagai tanah sewaan dengan keterangan Surat Ijo.

Rincik

Rincik alias Surat Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10 Tahun 1961 yang merupakan salah satu bukti pemilikan yang berdasarkan penjelasan pasal 24 ayat 1 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 merupakan bukti pemilikan atas pemegang hak lama. Rincik merupakan istilah yang dikenal di beberapa daerah seperti Makassar dan sekitarnya, namun rincik memiliki nama atau sebutan yang berbeda-beda di berbagai daerah. Hal ini disebabkan karena pembuatan rincik dibuat oleh pejabat daerah setempat dan didasarkan atas dasar hak ulayat masyarakat hukum adat yang diakui keberadaannya oleh undang-undang, sehingga sebutannya dapat bermacam-macam. Sebelum diberlakukannya UUPA, rincik memang merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah, tetapi setelah berlakunya UUPA, rincik bukan lagi sebagai bukti hak atas tanah, namun hanya berupa surat keterangan objek atas tanah, dan terakhir dengan adanya UU. No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Rincik sendiri, dapat dijadikan alat untuk membuktikan penguasaan dan penggunaan seseorang terhadap tanah yang dikuasai, sehingga jika tidak dikuatkan dengan alat bukti lain, rincik tidak mutlak dijadikan alat bukti hak milik atas tanah, melainkan hanya penguasaan dan penggunaan atas tanah. Hal ini dikuatkan dengan Putusan MA tanggal 12 Juni 1975 Nomor: 1102 K/Sip/1975, Putusan MA tanggal 25 Juni 1973 Nomor: 84 K/Sip/1973, dan Putusan MA tanggal 3 Februari 1960 Nomor: 34 K/Sip/1960.

Wigendom atau Eigendom Verponding.

Eigendom Verponding adalah hak tanah yang berasal dari hak-hak Barat, yang diterbitkan pada zaman Belanda untuk orang – orang pribumi atau Warga Negara Indonesia. secara harfiah jika diartikan per kata Eigendom adalah hak milik tetap atas tanah dan Verponding adalah surat tagihan pajak atas tanah atau tanah dan bangunan dimaksud. Namun saat ini sama seperti surat surat yang lain verponding tersebut berubah menjadi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).

Secara realitas pun saat ini memang banyak tanah-tanah Eigendom Verponding yang sudah dikuasai oleh pihak lain atau tanah dikuasai oleh bukan pemegang Wigendom. Dan yang perlu diketahui bahwa jika di lokasi tanah tersebut sudah dikuasai pihak lain apalagi pihak yang menguasai tersebut sudah memegang sertifikat yang sah, maka secara hukum merekalah pemiliknya, hal ini merujuk kepada peraturan konversi menurut UUPA yaitu pemberlakuan konversi atau pembuktian hak lama terhadap hak-hak barat (termasuk eigendom) dilakukan dengan pemberian batas jangka waktu sampai 20 tahun sejak pemberlakuan UUPA. Artinya, mensyaratkan terhadap hak atas tanah eigendom dilakukan konversi menjadi hak milik selambat-lambatnya tanggal 24 September 1980.

Hak Ulayat

Hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat, dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya tinggal, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. yang termasuk syarat untuk pengakuan terhadap tanah yang dikelola oleh sekolompok masyarakat, sehingga dapat di kategorikan tanah Ulayat/Tanah Adat, adalah :

Diatas tanah ulayat/ tanah adat tersebut terdapat masyarakat hukum adat yang mengelolah tanahtersebutMasyarakat adat tersebut memilki tatanan/aturan-aturan adat yang sifatnya mengikat kepada masyarakat hukum adat tersebutTanah yang kelompok hukum adat diklaim sebagai tanah Ulayat/tanah adat adalah tanah tempat masyarakat hukum adat anda mengambil keperluan hidup sehari-hari.Terdapat tatanan/aturan hukum adat yang mengatur tentang bagaimana tata cara pengelolaan tanah adat tersebut.

Persekutuan dengan tanah yang diduduki terdapat hubungan yang erat, hubungan yang bersifat religio-magis, hubungan ini menyebabkan persekutuan memperoleh hak untuk menguasai tanah yang yang pada dasarnya berupa hak untuk :

Hak untuk meramu atau mengumpulkan hasil hutan yang ada diwilayah wewenang hukum masyarakat mereka yang bersangkutan.Hak untuk berburu dalam batas wilayah atau wewenang hukum masyarakat mereka.

Kedudukan hak ulayat ini, berlaku keluar dan kedalam. Berlaku ke luar karena bukan warga persekutuan pada prinsipnya tidak diperbolehkan turut menggarap tanah yang merupakan wilayah kekuasaan persekutuan yang bersangkutan, hanya dengan seizin persekutuan serta setelah membayar atau memberikan ganti kerugian, orang luar bukan warga persekutuan dapat memperoleh kesempatan untuk turut serta menggunakan tanah wilayah persekutuan. Berlaku kedalam, karena persekutuan sebagai suatu keseluruhan yang berarti semua warga persekutuan bersama-sama sebagai suatu kesatuan, melakukan hak ulayat dimaksud untuk memetik hasil dari tanah beserta segala tumbuh-tumbuhan dan binatang liar yang hidup diatasnya. Antara hak ulayat dan hak warga masing-masing ada hubungan timbal balik. Jika seorang warga persekutuan berhak untuk membuka tanah, untuk mengerjakan tanah itu terus menerus dan menanam pohon-pohon diatas tanah itu, sehingga ia mempunyai hak milik atas tanah itu (Penjelasan ini tercantum dalam pasal 20 UUPA)

Opstaal.

Opstaal adalah hak yang diberikan oleh belanda berupa hak kebendaan untuk menumpang (Hak Numpang Karang), Hak numpang karang dan hak usaha tergolong hak kebendaan. Pengertian lain dari hak opstal adalah suatu hak kebendaan untuk memiliki bangunan dan tanaman tanaman diatassebidang tanah orang lain. Adapun, Hak Opstal ialah suatu hak yang memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk memiliki segala sesuatu yang terdapat di atas tanah eigendom orang lain sepanjang sesuatu tersebut bukanlah kepunyaan “eignaar” tanah yang bersangkutan. Segala sesuatu yang dapat dimiliki itu misalkan rumah atau bangunan, tanaman dan sebagainya.

Hak numpang karang diatur dalam Buku II Bab Ketujuh PasaL 711— Pasal 719 Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, disingkat KUH Perdata). Sedangkan hak usaha diatur dalam Buku II bab Kedelapan PasaL 720 – 736 KUH Perdata. Menurut ketentuan Pasal 711 KUH Perdata hak ini adalah hak kebendaan untuk mempunyai gedung bangunan atau tanaman di atas tanah orang lain. pemilik tanah primer, selama hak numpang karang berjalan tidak boleh mencegah orang yang mempunyai hak itu untuk membongkar gedung atau bangunan atau menebang segala tanaman dan mengambil salah satu di antaranya, bila pemegang hak itu telah melunasi harga gedung, bangunan dan tanaman itu pada waktu memperoleh hak tersebut, atau bila gedung, bangunan dan tanaman itu didirikan, dibangun dan di tanam oleh pemegang hak itu sendiri, tanpa mengurangi kewajiban pemegang hak untuk mengembalikan pekarangan tersebut dalam keadaan semula seperti sebelum hal-hal tersebut didirikan, dibangun atau ditanam. Dan jika hak ini telah berakhir maka pemilik pekarangan menjadi pemilik gedung, bangunan dan tanaman di atas pekarangan, dengan kewajiban membayar harganya pada saat itu juga kepada yang mempunyai hak numpang karang yang dalam hal ini berhak menahan sesuatu sampai pembayaran itu dilunasi. namun bila hak numpang karang diperoleh atas sebidang tanah yang diatasnya telah terdapat gedung-gedung, bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman yang harganya tidak dilunasi oleh penerima hak numpang karang itu, maka pemilik tanah, pada waktu berakhirnya hak tersebut, dapat menguasai kembali semua benda itu tanpa wajib mengganti kerugian.

Gogolan.

Hak ini adalah hak seorang gogol (kuli) atas tanah komunal desa atau Communal Bezit yang dianggap sebagai tanah desa, hak ini diperoleh karena tanah tersebut telah diusahakan oleh orang orang tertentu atau gogol. Hak gogolan juga sering disebut hak sanggao atau hak pekulen. Jenis hak gogolan terdiri dari 2 jenis hak gogolan, yaitu:

Hak gogolan yang bersifat tetap Hak gogolan bersifat tetap adalah hak gogolan, apabila para gogol tersebut terus menerus memunyai tanah gogolan yang sama dan apabila si gogol itu meninggal dunia, dapat diwariskan tertentu.Hak gogolan yang bersifat tidak tetap adalah Hak gogolan yang bersifat tidak tetap adalah hak gogolan, apabila para gogol tersebut tidak terus menerus memegang tanah gogolan yang sama atau apabila si gogol itu meninggal dunia, maka tanah gogolan tersebut kembali pada desa

Gebruik.

Hak gebruik adalah sebuah hak kebendaan atas benda orang lain bagi seseorang tertentu untuk mengambil benda sendiri dan memakai apabila ada hasilnya sekedar buat keperluannya sendiri beserta keluarganya. Hak gebruik ini memberikan akan wewenang kepada pemegangnya untuk dapat memakai tanah eigendom orang lain guna diusahakan dan diambil hasilnya bagi diri dan keluarganya saja. Disamping itu pemegang hak gebruik ini boleh pula tinggal di atas tanah tersebut selama jangka waktu berlaku haknya itu. Hak gebruik ini diatur oleh apa yang telah ditentukan sendiri dalam perjanjian kedua belah pihak.Tapi jika tidak ada perjanjian antara kedua belah pihak, maka berlakulah pasal 821 dan pasal-pasalyang berkaitan dengan hal itu dalam KUH Perdata.

Pasal 281 KUHPerdata “ barang siapa mempunyai hak pakai atas sebuah pekarangan, hanya diperbolehkan menarik hasil-hasil dari pekarangan itu, sekedar dibutuhkan sendiri dan anggota keluarganya ”.

Erfpacht.

Erfpacht sering juga disebut sebagai Hak Usaha, hak ini diatur dalam pasal 720 KUHPer/BW, pengertian pengertian hak usaha menurut Pasal 720 KUH Perdata adalah suatu hak kebendaan untuk menikmai sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tidak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban untuk membayar upeti tahunan kepada pemilik sebagai pengakuan atas kepemilikannya, baik berupa uang, berupa hasil atau pendapatan. Hak erfpacht terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar, dapat dikonversi menjadi hak guna usaha.Hak erfpacht untuk perumahan, dapat dikonversi menjadi hak guna bangunan.Hak erfpacht untuk pertanian kecil, tidak dikonversi dan dihapus.

Bruikleen.

Bruikleen adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu menyerahkan benda dengan cuma-cuma kepada pihak lain untuk dipakainya dengan disertai kewajiban untuk mengembalikan benda tersebut pada waktu yang ditentukan. Perjanjian ini juga dapat dikatakan sebuah bukti atas penguasaan tanah Bruikleen, sehingga jika dikonversi maka menjadi hak pakai.

Penutup

Pembuktian kepemilikan hak atas tanah dengan dasar bukti kepemilikan surat-surat tanah saja seperti tersebut diatas tidak cukup, tetapi juga harus dibuktikan dengan data fisik dan data yuridis lainnya serta penguasaan fisik tanah oleh yang bersangkutan secara berturut-turut atau terus-menerus selama 20 (dua) puluh tahun atau lebih. Dengan catatan bahwa penguasaan tersebut dilakukan atas dasar itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang memiliki hak atas tanah, diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya, serta penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. untuk mengetahui jenis Hak Atas Tanah yang diberikan pemeritah lihat tulisan berikut :

Jenis-Jenis Hak Atas Tanah di Indonesia


Yang perlu dipahami kenapa bukti-bukti surat tersebut perlu di sertipikatkan karena satu tujuan diberlakukannya UUPA adalah untuk melakukan penyatuan dan penyederhanaan hukum agraria nasional. Untuk mewujudkan penyatuan dan penyederhanaan tersebut, dilakukan konversi hak atas tanah atas surat-surat tersebut.

dikutip dari berbagai sumber.






https://www.google.com/amp/s/omtanah.com/2016/06/09/jenis-jenis-bukti-penguasaan-tanah/amp/

Sabtu, 08 Desember 2018

Aturan Hukum Pernikahan Dini





Aturan Hukum Pernikahan Dini


Untuk menjawab pertanyaan Anda kami akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”).

Perlu diketahui bahwa perkawinan yang sah menurut Pasal 2 UU Perkawinan, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian mengenai umur orang yang akan kawin, di dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan disebutkan bahwa:

Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

Tujuan dari ditetapkannya batasan umur ini adalah untuk menjaga kesehatan suami-istri dan keturunan.[1]

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka yang dimaksud dengan menikah muda atau pernikahan dini (perkawinan di bawah umur) adalah perkawinan yang dilakukan sebelum usia 19 tahun bagi laki-laki dan sebelum usia 16 tahun bagi perempuan.

Sepanjang penelusuran kami tidak ada larangan untuk melangsungkan pernikahan dini. Tetapi seseorang yang akan menikah harus memenuhi syarat umur yang diizinkan menikah yaitu pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.

Lantas bagaimana jika tetap ingin melaksanakan perkawinan jika umur salah satu atau kedua calon mempelainya di bawah ketentuan yang dibolehkan UU Perkawinan?

Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, harus mendapatkan izin kedua orang tua.[2]

Untuk melaksanakan hal tersebut, maka kedua orang tua laki-laki maupun kedua orang tua perempuan dapat meminta dispensasi atas ketentuan umur kepada Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang non-Islam.[3] Pengajuan dispensasi tersebut diajukan ke Pengadilan sesuai wilayah tempat tinggal pemohon.

Pernikahan Dini dari Sudut Pandang Psikologi
Dari sisi psikologis, psikolog Anna Surti Ariani yang biasa dipanggil Nina berpendapat bahwa menganjurkan atau membiarkan pernikahan dini adalah bentuk kekerasan terhadap anak. Kalau ada orang tua yang mengizinkan anaknya menikah di usia dini, maka dapat dikatakan ia melakukan tindak kekerasan terhadap anak.

Mereka yang berumur di bawah 21 tahun sebetulnya masih belum siap untuk menikah. Ketidaksiapan anak menikah dapat dilihat dari 5 aspek tumbuh kembang anak yaitu:
1.        Fisik
Fisik seorang anak pada usia remaja masih dalam proses berkembang. Kalau berhubungan seksual akan rentan terhadap berbagai penyakit, khususnya untuk perempuan.

2.        Kognitif
Di usia anak dan remaja, wawasan belum terlalu luas, kemampuan problem solving dan decision making juga belum berkembang matang. Apabila ada masalah dalam pernikahan, mereka cenderung kesulitan menyelesaikannya.

3.        Bahasa
Anak dan remaja tidak selalu bisa mengomunikasikan pikirannya dengan jelas. Hal ini dapat menjadi masalah besar dalam pernikahan.

4.        Sosial
Jika menikah di usia remaja, kehidupan sosial anak akan cenderung terbatas dan kurang mendapatkan support dalam lingkungannya.

5.        Emosional
Emosi remaja biasanya labil. Kalau mendapatkan masalah akan lebih mudah untuk depresi dan hal ini berisiko terhadap dirinya sebagai remaja, dan anak yang dilahirkan dalam pernikahan. Selain itu, dengan emosi yang labil, anak / remaja yang menikah lebih sering bertengkar, sehingga pernikahannya tidak bahagia.

Menurut Nina, usia yang dianggap matang untuk menikah adalah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Hal ini sesuai dengan program Pendewasaan Usia Perkawinan BKKBN.

Lebih lanjut Nina menjelaskan ada beberapa cara untuk mencegah pernikahan dini. Pertama tentunya perlu ada edukasi terhadap anak dan masyarakat luas tentang bahaya pernikahan dini dari segala aspek. Selain itu penting juga mempertegas payung hukum dari pemerintah mengenai pembatasan usia minimal untuk menikah.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

Catatan:
Kami telah melakukan wawancara dengan Psikolog Nina Anna Surti Ariani, via telepon pada 5 September 2018 pukul 15.50 WIB.


[1] Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan
[2] Pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan




https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5b8f402eed78d/hukumnya-menikah-di-usia-dini


Jumat, 07 Desember 2018

Gugatan Sederhana, Syarat-syarat dan Tata Cara Penyelesaiannya

Seluk Beluk Gugatan Sederhana

Mahkamah Agung tidak pernah berhenti dalam melakukan terobosan-terobosan besar dalam kewenangannya yakni sebagai pemegang Kekuasaan Kehakiman, dalam memberikan pelayanan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga yang di pimpin oleh Hatta Ali ini. 
Salah satu terobosan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam bidang Penanganan Perkara adalah Gugatan Sederhana.

Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan dipersidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), yang diselesaikan dengan tata cara pembuktian sederhana. 

Penyelenggaraan peradilan dilaksanakan dengan asas sederhana, cepat dan biaya ringan untuk membuka akses yang luas bagi masyarakat dalam memperoleh keadilan, adalah salah satu pertimbangan Mahkamah Agung dalam membuat terobosan besar demi kepentingan dan pelayanan masyarakat luas melalui Gugatan Sederhana ini.

Berdasarkan HIR  staatsblaad Nomor 44 tahun 1941 dan RBG staatsblaad Nomor 227 tahun 1927 serta peraturan-peraturan lain mengenai Hukum Acara Perdata, dilakukan dengan pemeriksaan tanpa membedakan lebih lanjut nilai objek dan gugatan serta sederhana tidaknya suatu pembuktian perkara perdata, sehingga untuk menyelesaikan suatu perkara sederhana memerlukan waktu yang lama. 

Untuk itu Mahkamah Agung melalui Perma Nomor 2 Tahun 2015 tanggal 7 Agustus 2015 tentang Tata Cara Gugatan Sederhana, memberikan terobosan baru dalam penyelesaian suatu perkara sederhana, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama.

Berikut ini, syarat-syarat Gugatan Sederhana :
  1. Nilai gugatan materil paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
  2. Perkara gugatan sederhana mencakup perkara Cidera Janji/ wanprestasi, atau Perbuatan Melawan Hukum/ PMH dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
  3. Bukan perkara perdata yang penyelesaian sengketanya secara khusus.
  4. Bukan sengketa hak atas tanah.
  5. Masing-masing pihak, yakni Penggugat dan Tergugat tidak boleh lebih dari 1 (satu) kecuali, memiliki kepentingan hukum yang sama.
  6. Para Pihak, baik Penggugat ataupun Tergugat berdomisili di wilayah Hukum yang sama.
  7. Dalam hal Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana.
  8. Para Pihak, baik Penggugat ataupun Tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh Kuasa Hukumnya.
  9. Penggugat mendaftarkan gugatannya di Kepaniteraan Pengadilan
  10. Penggugat dalam mendaftarkan gugatannya, dapat mengisi blanko gugatan yang telah disediakan oleh Kepaniteraan Pengadilan.
  11. Blanko gugatan berisi keterangan yakni : Identitas Penggugat dan Tergugat, Penjelasan Ringkas Duduk Perkara, dan Tuntutan Penggugat.
  12. Dalam Pemeriksaan Gugatan Sederhana tidak dapat diajukan Tuntutan Provisi, Eksepsi, Rekonvensi, Intervensi, Replik, Duplik atau Kesimpulan.
  13. Penggugat wajib melampirkan bukti surat yang telah di legalisasi pada saat pendaftaran gugatan sederhana.
  14. Penggugat wajib membayar biaya panjar perkara.
  15. Dalam hal penggugat tidak mampu, penggugat dapat mengajukan permohonan beracara secara cuma-cuma atau prodeo.

Berikut tata cara Penyelesaian Gugatan Sederhana :
  1. Gugatan Sederhana diperiksa dan diputus oleh Pengadilan dalam lingkup Kewenangan Peradilan Umum.
  2. Gugatan Sederhana diperiksa dan diputus oleh Hakim Tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan.
  3. Penyelesaian Gugatan Sederhana paling lambat 25 (dua puluh lima) hari kerja, terhitung sejak sidang pertama.
  4. Hakim Tunggal melakukan Pemeriksaan Pendahuluan dari Gugatan Gederhana, untuk menilai sederhana atau tidaknya pembuktian terhadap gugatan sederhana yang diajukan tersebut.
  5. Apabila Hakim Tunggal berpendapat bahwa gugatan yang diajukan bukan termasuk gugatan sederhana maka hakim mengeluarkan PENETAPAN yang menyatakan bahwa gugatan bukanlah gugatan sederhana, mencoret dari register perkara dan memerintahkan mengembalikan sisa panjar yang telah disetor Penggugat. Terhadap PENETAPAN ini, tidak dapat dilakukan UPAYA HUKUM APAPUN.
  6. Apabila dalam Pemeriksaan Pendahuluan, Hakim Tunggal berpendapat bahwa gugatan tersebut termasuk Gugatan Sederhana, maka hakim menetapkan hari sidang pertama, serta memerintahkan Jurusita untuk melakukan pemanggilan terhadap para pihak, Penggugat dan Tergugat.
  7. Pada hari sidang pertama Hakim Tunggal WAJIB mengupayakan perdamaian dengan memperhatikan batas waktu penyelesaian perkara gugatan sederhana yakni 25 (dua puluh lima) hari kerja.
  8. Upaya PERDAMAIAN dalam Gugatan Sederhana ini, mengecualikan ketentuan Mahkamah Agung mengenai PROSEDUR MEDIASI. 
  9. Apabila perdamaian tercapai, Hakim Tunggal membuat Putusan Akta Perdamaian yang mengikat para pihak, yakni Penggugat dan Tergugat. Dan terhadap Putusan Akta Perdamaian ini, tidak dapat diajukan UPAYA HUKUM APAPUN.
  10. Apabila PERDAMAIAN disepakati diluar peridangan dan tidak dilaporkan kepada Hakim tunggal, maka Hakim Tunggal tidak terikat dengan perdamaian tersebut.
  11. Apabila PERDAMAIAN tidak tercapai dalam SIDANG HARI PERTAMA, maka persidangan dilanjutkan dengan Pembacaan Surat Gugatan dan Jawaban Tergugat.
  12. Pada hari sidang pertama, Pihak Penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka perkara gugatan sederhana tersebut dinyatakan gugur.
  13. Pada hari sidang pertama, Pihak Tergugat tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan untuk hari sidang kedua secara patut.
  14. Apabila pada hari sidang kedua, Tergugat tidak juga hadir, maka Hakim Tunggal Memutus perkara tersebut. Terhadap putusan ini, Tergugat dapat mengajukan KEBERATAN
  15. Apabila pada hari sidang pertama Tergugat hadir dan pada hari sidang berikutnya Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka gugatan sederhana diperiksa dan diputus secara contradictoir.
  16. Gugatan yang diakui atau tidak dibantah, tidak perlu dilakukan PEMBUKTIAN.
  17. Apabila ada bantahan atau tidak diakui, Hakim Tunggal melakukan pemeriksaan pembuktian berdasarkan Hukum Acara yang berlaku.
  18. Putusan dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk UMUM.
  19. Hakim Tunggal wajib memberitahukan hak para pihak untuk mengajukan Keberatan.
  20. Upaya Hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan Gugatan Sederhana adalah dengan Mengajukan Keberatan.
  21. Keberatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, serta menandatangani akta pernyataan keberatan dihadapan Panitera, disertai alasan-alasannya.
  22. Permohonan Keberatan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan.
  23. Permohonan Keberatan diajukan kepada Ketua Pengadilan dengan mengisi blanko permohonan yang disediakan di Kepaniteraan.
  24. Permohonan Keberatan yang melampaui batas waktu pengajuan, yakni 7 (tujuh) hari dinyatakan tidak dapat diterima dengan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan Surat Ketarangan Panitera.
  25. Kepaniteraan menerima dan memeriksa kelengkapan permohonan Keberatan disertai dengan Memori Keberatan.
  26. Kontra Memori Keberatan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan Mengisi Blanko yang disediakan di Kepaniteraan.
  27. Pemberitahuan Keberatan beserta Memorinya disampaikan kepada Termohon Keberatan paling lama 3 (tiga) hari setelah permohonan keberatan dan Memori Keberatan diterima oleh Pengadilan.
  28. Kontra Memori Keberatan disampaikan kepada Pengadilan paling lambat 3 (tiga) hari setelah pemberitahuan keberatan.
  29. Ketua Pengadilan Negeri menetapkan Majelis Hakim untuk memeriksa dan memutus Permohonan Keberatan.
  30. Pemeriksaan Keberatan dilakukan oleh Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Senior yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan.
  31. Pemeriksaan Keberatan HANYA ATAS DASAR : A. PUTUSAN dan Berkas Gugatan Sederhana. B. Permohonan Keberatan dan Memori Keberatan. C. Kontra Memori Keberatan.
  32. Dalam pemeriksaan keberaan tidak dilakukan Pemeriksaan Tambahan.
  33. Putusan terhadap permohonan keberatan diucapkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah penetapan Majelis Hakim oleh Ketua Pengadilan Negeri.
  34. Ketentuan mengenai isi putusan keberatan, berlaku secara mutatis mutandis terhadap isi putusan keberatan.
  35. Putusan Keberatan mempunyai kekuatan hukum tetap terhitung sejak disampaikannya.
  36. Putusan Keberatan merupakan Putusan Akhir, tidak tersedia upaya hukum lainnya, seperti Banding, Kasasi ataupun Peninjauan Kembali/ PK.
  37. Terhadap putusan yang tidak diajukan keberatan, maka putusan berkekuatan hukum tetap.
  38. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, dilaksanakan secara sukarela, apabila tidak dipatuhi, maka putusan dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku.
Gugatan Sederhana, Syarat-syarat dan Tata Cara Penyelesaiannya ini, adalah merupakan salah satu contoh terobosan besar yang dilakukan Mahkamah Agung dalam bidang penyelesaian perkara, dalam rangka meningkatkan pelayanan publik serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan Indonesia. 


Sehingga, semua jenis lapisan masyarakat mendapatkan perlakuan dan pelayanan hukum yang sama, serta memudahkan masyarakat dalam mencari keadilan, seperti yang telah didamba-dambakan selama ini.

Silahkan share apabila artikel ini bermanfaat.





https://www.awambicara.id/2017/03/gugatan-sederhana-syarat-syarat-dan.html