Cari Blog Ini

Kamis, 21 November 2019

Cara Menulis Berita - Panduan untuk Pemula


menulis-berita
INI posting "kesekian" saya tentang cara menulis berita. Tips atau teknik membuat berita ini sering saya sampaikan di berbagai pelatihan jurnalistik dan di kelas (kuliah jurnalistik).

Posting tentang teknik menulis berita lainnya bisa Anda "search" di Google dengan kata kunci "menulis berita - romeltea".

Cara menulis berita berikut ini sebagai panduan untuk pemula atau yang baru/sedang belajar menulis berita.

Saya menyebut tips ini sebagai "pedoman dasar dan standar" dalam menulis berita. Setelah menguasainya dengan baik, dipraktikkan terus-menrus, saya jamin, kemampuan menulis Anda akan berkembang dan bisa menulis berita seperti para wartawan profesional.

Sekali lagi, ini hanyalah dasar menulis berita untuk mempermudah Anda yang sedang belajar membuat berita.

Elemen Berita 5W+1H

Rumus menulis berita standar ini berdasarkan elemen atau unsur berita 5W+1H (Who, What, When, Where, Why, How) atau Siapa, Apa, Kapan, Di Mana, Kenapa, Bagaimana.

Berita adalah laporan peristiwa atau catatan tentang sebuah kejadian. Sebuah peristiwa dipastikan mengandung keenam unsur berita tersebut:

  1. WHO -- SIAPA terlibat dalam peristiwa: pelaku, korban, pemeran utama, peran pengganti, figuran, orang, lembaga, organisasi, dsb.
  2. WHAT -- APA yang terjadi, kejadian apa, peristiwa naon, acara apa?
  3. WHEN --KAPAN kejadiannya, iraha kajadianana, unsur waktu. Biasa ditulis, misalnya, Senin (22/4).
  4. WHERE -- DI MANA kejadiannya, tempat acaranya di mana, unsur tempat. Biasa ditulis, misalnya, "di Depan Gedung Sate Jln Diponegoro Bandung" atau "di Kampus UIN Bandung".
  5. WHY -- KENAPA terjadi demikian, apa penyebabnya, apa latar belakangnya, apa tujuannya, mengapa itu dilakukan, dsb.
  6. HOW -- BAGAIMANA proses kejadiannya, apa saja acaranya, siapa saja pembicaranya, ada polisi gak, rusuh gak, damai-damai saja, diguyur hujan, pemateri ngomong apa saja, dsb.

Cara Mudah Menulis Berita

Berdasarkan unsur 5W+1H itulah saya membuat formula atau rumus mudah menulis berita sebagai berikut:

  • WHO does WHAT, WHEN, WHERE, WHY, HOW 
  • (SIAPA melakukan APA, KAPAN, DI MANA, MENGAPA, BAGAIMANA)

CONTOH 1

MUI kumpulkan 56 ormas Islam bahas Pilpres 2014

MERDEKA.COM. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan pertemuan Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI). Pertemuan membahas pemilu 2014 tersebut dihadiri 56 organisasi kemasyarakatan (ormas) berbasis Islam.

"Kami membahas sikap dan pandangan umat Islam Indonesia tentang pemilihan umum 2014, pileg, dan menyongsong pilpres 9 Juli," terang Din Syamsuddin, Ketua Umum MUI di kantor MUI, Jl. Proklamasi No. 51 Menteng, Jakarta Pusat, Senin (21/4).

Din mengungkapkan keprihatinan ormas-ormas Islam atas penyelenggaraan Pemilu 2014. Menurutnya masih terdapat banyak pelanggaran yang terjadi.

"Kami bersyukur atas berlangsungnya pileg yang relatif aman dan lancar. Walaupun demikian kami prihatin atas rendahnya kualitas pemilu 2014," kata dia.

Din menilai masih marak jual beli suara dan politik uang dalam pileg 2014. Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan distribusi surat suara juga bermasalah.

"Kami dorong penyelenggara pemilu (KPU) agar jujur dan adil. Mereka harus bertanggung jawab dan transparan dalam mengawal serta melakukan penghitungan suara dari TPS sampai pusat," pungkas dia.

Dalam contoh di atas, mari kita bedah unsur-unsur beritanya:
  1. WHO - MUI
  2. WHAT -- Mengadakan pertemuan
  3. WHEN -- Senin (21/4).
  4. WHERE -- di kantor MUI.
  5. WHY -- membahas sikap dan pandangan umat Islam tentang Pemilu 2014.
  6. HOW -- dihadiri 56 ormas Islam, ormas Islam menyatakan keprihatinan.
CONTOH 2

Ratusan Mahasiswa ITB Demo Jokowi
Bandung - Ratusan mahasiswa ITB memblokade gerbang pintu masuk kampus saat rombongan Gubernur DKI Jokowi datang. Mahasiswa menolak kedatangan Jokowi yang akan untuk memberikan kuliah umum di Aula Timur ITB. Sempat terjadi kericuhan dalam aksi itu.

Mahasiswa yang mengenakan jas almamater jurusan masing-masing melakukan aksi unjuk rasa di depan gerbang kampus mulai pukul 12.00 WIB, Kamis (17/4/2014). Sejumlah spanduk dibentangkan oleh mahasiswa. Isinya antara lain 'Turut Berduka Cita Atas Politisasi ITB' dan 'Kampus Netral Harga Mati'.

"Aksi ini intinya untuk menjaga kampus tetap netral bukan untuk menjatuhkan Jokowi," ujar koordinator aksi, Koplo yang merupakan mahasiswa Jurusan Fisika Angkatan 2011 itu.

Saat mereka tengah berorasi, datang rombongan mobil dari arah Jalan Tamansari. Mahasiswa yang berada di pinggir jalan, kemudian merangsek ke depan dan menghalangi mobil X-Trail yang berada paling depan, yang diduga milik mobil Sekpri Jokowi. Puluhan polisi dan satpam yang sejak tadi berjaga, lalu berusaha menghalau mahasiswa.

Sempat terjadi aksi dorong antara mahasiswa dan polisi serta satpam, yang membuat sejumlah mahasiswa terjatuh. Massa terus meneriakkan "Netralitas kampus harga mati."

Massa mahasiswa akhirnya terdesak mundur. Lalu satpam dan polisi membuat barikade. Dua mobil yang salah satunya diduga ditumpangi Jokowi akhirnya bisa masuk. Sementara 8 mobil dan satu bus yang berada di Jalan Ganeca batal masuk. Mereka meneruskan perjalanan ke arah Jalan Ganeca.

Dua mobil berhasil masuk dan parkir di depan aula Timur, tempat kuliah umum akan digelar. Mahasiswa lalu berlarian menuju aula timur dan membuat barikade di depan pintu masuk. Mereka terus meneriakkan netralitas kampus. Akhirnya dua mobil itu pun meninggalkan aula timur. Hingga saat ini mahasiswa terus melakukan aksinya.

Sebelumnya, dalam kunjungan kerja ke Bandung, Jokowi bertemu Wali Kota Ridwan Kamil. Keduanya berbincang akrab mengenai penataan kota. Di ITB, Jokowi akan memberikan kuliah umum.

Unsur-Unsur Berita:
  1. WHO - Mahasiswa ITB
  2. WHAT -- demo, blokade gerbang pintu masuk
  3. WHEN -- Kamis (17/4/2014).
  4. WHERE -- di depan gerbang kampus ITB.
  5. WHY -- menolak kedatangan Jokowi, menolak politisasi kampus
  6. HOW -- ricuh, orasi, bentangkan spanduk, saling dorong, barikade polisi dan satpam.
CONTOH 3
Kedua contoh di atas mungkin masih sulit ditiru oleh yang masih belajar menulis berita. Karenanya, saya buatkan contoh yang paling sederhana sebagai acuan bagi pemula yang belajar menulis berita.

BATIC Gelar Pelatihan Manajemen Konten Website

BATICNews.com -- Balai Jurnalistik ICMI Jabar (BATIC) menggelar pelatihan manajemen konten website, Sabtu 24 Mei 2014, Pkl. 13.00-16.00 WIB, di Gedung Bumi Madani Jln Cikutra 276-D Bandung. Ketua BATIC, ASM. Romli, mengatakan, pelatihan ini terbuka untuk umum, khususnya praktisi Humas yang biasanya menjadi pengelola website lembaga ataua perusahaannya.

"Pelatihan ini digelar karena banyak website atau situs instansi dan perusahaan yang kurang update, isinya juga kurang menarik," kata Romli. "Tampilan konten atau postingnya juga banyak yang tidak sesuai dengan gaya penulisan online."

Dijelaskan, peserta pelatihan akan diberikan wawasan dan keterampilan tentang gaya penulisan online (online writing style), teknik menulis berita, dan bahasa jurnalistik. Pematerinya dari kalangan praktisi media online dan desainer website. 

"Dalam pelatihan ini juga akan dibahas soal blogging dan cara mengengelola blog supaya menarik, banyak pengunjung, dan bisa menghasilkan uang," terang Romli seraya menambahkan, peminat pelatihan bisa membuka website BATIC www.baticnews.com.*

Unsur-Unsur Berita:
  1. WHO - BATIC
  2. WHAT -- Pelatihan manajemen konten website.
  3. WHEN -- Sabtu 24 Mei 2014.
  4. WHERE -- Gedung Bumi Madani Jln Cikutra 276-D Bandung
  5. WHY -- banyak website instansi/perusahaan yang tidak update dan isinya kurang bagus
  6. HOW -- materi pelatihan, pemateri.
Mudah 'kan? Coba, buatlah berita tentang kegiatan organisasi, instansi, atau perusahaan Anda!







Sumber : https://www.romelteamedia.com/2014/04/cara-menulis-berita-panduan-untuk-pemula.html?m=0

Cara Menulis Berita yang Baik: 5W1H plus Piramida Terbalik


berita 5W1H
Teknik Penulisan Berita yang Baik dan Benar sesuai dangan Kaidah Jurnalistik --5W1H plus Piramida Terbalik.

SETIAP kali tampil sebagai pembicara di sebuah pelatihan jurnalistik, saya hampir selalu diminta membuka website instansi asal peserta dan diminta memberi masukan.

Saya suka ambil sampel berita terbaru yang ada di situs web itu. Umumnya, berita yang dibuat staf humas instansi/perusahaan yang dimuat di websitenya dimulai dengan unsur waktu (when).

Saya kasih contoh, sumbernya gak disebutin ya, takut kena pasal "pencemaran nama baik" :)
Pada hari Selasa, 1 September 2015, Lembaga XXXXX melalui Seksi Bidang XXXXX menyelenggarakan SeminarXXXXX yang bertempat di Ruang Auditorium XXXX Jakarta.
Saya katakan, berita yang diawali dengan unsur waktu sangat langka. Saya lalu buka beberapa situs berita untuk menunjukkan betapa tidak lazimnya sebuah berita dimulai dengan unsur waktu, apalagi menggunakan kalimat "pada hari...".

Secara bergurau, saya bilang, penulis berita sangat  terpengaruh oleh lirik lagu anak-anak, semasa kecil, yaitu "pada hari Minggu kuturut ayah ke kota/ naik delman istimewa kududuk di muka/" (Naik Delman).


Contoh berita di sebuah situs web instansi pemerintah itu sangat khas, tipikal berita di situs-situs lembaga/instansi.

Mari kita edit berita tersebut menjadi berita yang baik dan benar sesuai dengan kaidah jurnalistik:
Lembaga XXXXX menyelenggarakan SeminarXXXXX Selasa 1 September 2015 di Ruang Auditorium XXXX Jakarta.
Lembaga XXXXX menyelenggarakan SeminarXXXXX Selasa (1/9/2015) di Ruang Auditorium XXXX Jakarta.
Bagaimana? Lebih enak dibaca dan lebih efektif 'kan? Penyuntingan dilakukan pada dua segi:
  1. Kalimat -- dibuat lebih efektif, efisien, sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik (esp. hemat kata), dengan memotong (cutting) kata "pada hari" dan "yang bertempat". Pembaca sudah paham, Selasa itu nama hari, dan Auditorium itu nama tempat. Jadi, gak usah lagi dikasih "pada hari" dan "yang bertempat".
  2. Susunan unsur berita 5W1H --unsur waktu (when) di depan dipindahkan ke tengah atau ke belakang dan mengedepankan unsur subjek/pelaku (who).

Pedoman Menulis Berita: 5W1H plus Piramida Terbalik

Secara "teknis", menulis berita itu melaporkan peristiwa dengan menyusun unsur atau elemen berita yang terangkum dalam istilah 5W+1H:
  • Who - Pelaku, subjek. Siapa? Siapa yang melakukan? Siapa yang mengadakan? Siapa yang terlibat? Biasanya nama orang atau lembaga.
  • What - Peristiwa. Apa? Melakukan apa? Mengadakan apa? Ngomong apa? Menyelenggarakan apa?
  • Where - Tempat. Di mana diadakannya? Di mana terjadinya? Di mana lokasinya?
  • When - Waktu. Kapan? Hari apa tanggal berapa? Iraha? Berpa lama?
  • Why - Tujuan, latar belakang peristiwa. Kenapa? Untuk apa? Apa tujuannya? Mengapa terjadi? Kenapa diadakan? Kenapa ngomong begitu?
  • How - Detail peristiwa. Bagaimana ceritanya? Bagaimana kejadiannya? Prosesnya? Ada apa saja? 
  • Keenam unsur berita tersebut lalu disusun dengan mengacu pada format pemberitaan yang dikenal dengan istilah piramida terbalik (inverted pyramid), yakni mengedepankan unsur terpenting dalam peristiwa.
    The Inverted Pyramid -- This refers to the style of journalism which places the most important facts at the beginning and works "down" from there. Ideally, the first paragraph should contain enough information to give the reader a good overview of the entire story. The rest of the article explains and expands on the beginning.
    Ringkasnya, dalam menulis berita atau menyusun laporan peristiwa, penulis berita harus mengedepankan unsur terpenting dari 5W+1H di atas: pelaku, peristiwa, tempat, waktu, tujuan, atau detail?

    Lazimnya, unsur WHO atau WHAT merupakan unsur terpenting sehingga dikedepankan. Karena itu, saya sudah menemukan formula bagus untuk menulis berita yang baik sesuai dengan kaidah jurnalistik, yaitu:
    • Who did What, When, Where, Why, How. 
    • SIAPA melakukan APA, kapan, di mana, kenapa, bagaimana?
    • Contoh: Lembaga XXX mengadakan Seminar XXX Sabtu (26/9/2015) di Jakarta untuk membahas kebijakan terbaru.
    • Contoh lain: Manchester United menang 3-2 atas Southampton dalam pertandingan Liga Inggris Minggu (20/9/2015) di St. Mary's Stadium.
    Sekarang, silakan buka situs berita atau media online favorit Anda. Silakan bandingkan alinea pertamanya dengan rumus di atas.

    Saya kasih contoh deh, ngambil screenshot  sebagian halaman depan BBC Indonesia Rabu (23/9/2015). Perhatian awal kalimat (awal paragraf) yang saya kasih highlight kuning --unsur WHO.


    contoh unsur berita who di awal kalimat
    Contoh unsur WHO di alinea pertama berita BBC Indonesia.*


    Tentu, formula "SIAPA melakukan APA" di atas tidak baku. Itu hanya "standar" penulisan berita yang baik sesuai dengan kaidah jurnalistik --5W1H plus Piramida Terbalik.

    Jika unsur When, Why, Where, bahkan How dianggap paling penting, maka bisa dikedepankan, namun itu tadi... tidak lazim.

    Demikian "kuliah online" kita tentang Cara Menulis Berita yang Baik mengacu pada kidah jurnalistik "5W1H" plus "Piramida Terbalik". Wasalam. (www.romelteamedia.com).*

    Referensi: How to Write News Strories




    Sumber : https://www.romelteamedia.com/2015/09/cara-menulis-berita-baik-5w1h-jurnalistik.html?m=0 

    Rabu, 20 November 2019

    Akibat Hukum Cek dan Bilyet Giro Kosong


      Pertanyaan

      Selamat pagi. Ada informasi yang saya peroleh bahwa apabila seseorang berutang kepada kita dan orang tersebut memberikan cek yang dapat dicairkan sesuai jatuh tempo yang ditentukan tetapi kemudian pada saat jatuh tempo tersebut diketahui ternyata cek tersebut kosong/tidak ada dana, maka orang yang memberikan cek tersebut dapat dipidana. Sedangkan, apabila kita memperoleh Bilyet Giro dan ternyata saat jatuh tempo Giro tersebut tidak ada dana/dana tidak cukup, hal tersebut tidak berimplikasi secara pidana. Mohon pencerahan dan penjelasan bapak/ibu apakah memang demikian? Jika benar, mengapa giro dan cek memiliki implikasi pidana yang berbeda? Terima kasih atas penjelasannya, Salam Iman.

       


      Punya pertanyaan lain ?
      Silakan Login, atau Daftar ID anda.
      Kirim Pertanyaan 

      Ulasan Lengkap

      1.      Definisi Cek, Bilyet Giro, dan Cek/Bilyet giro kosong dapat ditemui dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/Dasp Tahun 2000 tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong (“SEBI 2/10/2000”) yang menyatakan sebagai berikut:

      a.      Cek adalah surat perintah membayar sebagaimana diatur dalam Kitab UU Hukum Dagang (“KUHD”).

       

      Sedangkan, dijelaskan dalam situs Bank Indonesia bahwa Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah dana yang tercantum dalam cek.  Penarikan cek dapat dilakukan baik "atas nama" maupun "atas unjuk" dan merupakan surat berharga yang dapat diperdagangkan (negotiable paper). Pengaturan Cek dalam KUHD dapat ditemui dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal 229.

       

      b.      Bilyet Giro adalah surat perintah pemindahbukuan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.

       

      Pada situs Bank Indonesia tersebut juga dijelaskan bahwa Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya.

       

      c.      Cek/Bilyet Giro kosong adalah Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan dan ditolak Tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh Penarik karena saldo tidak cukup atau Rekening telah ditutup.

       

      2.      Informasi yang Anda dapatkan mengenai perbedaan aspek pidana dari penarikan cek dan bilyet giro kosong, mungkin berdasarkan pengaturan UU No. 17 Tahun 1964 tentang Larangan Penarikan Cek Kosong (“UU Cek Kosong”), yang secara khusus menyatakan bahwa tindak pidana penarikan cek kosong adalah kejahatan (Pasal 3 UU Cek Kosong). Pengaturan UU Cek Kosong ini menyebabkan perbedaan aspek pidana dari penarikan cek kosong dengan penarikan bilyet giro kosong. Hal ini juga dijelaskan dalam buku Hukum Dagang yang ditulis oleh Farida Hasyim (hlm. 273). Namun perlu kami sampaikan bahwa UU Cek Kosong ini sudah dicabut oleh Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) Nomor 1 Tahun 1971 tentang Pencabutan UU No. 17 Tahun 1964 (“Perpu No. 1 Tahun 1971”).

       

      Menurut artikel Sejarah Bank Indonesia: Sistem Pembayaran Periode 1966-1983 yang diterbitkan oleh Unit Khusus Museum Bank Indonesia (hlm. 7), berdasarkan UU Cek Kosong, penarikan cek kosong yang dianggap sebagai tindak pidana ekonomi diancam dengan sanksi pidana yang berat, yaitu hukuman mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara 20 tahun. Ancaman pidana yang berat itu ternyata menimbulkan keengganan masyarakat menggunakan cek dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 1971. Maka pada saat ini penarikan cek kosong bukan lagi dianggap sebagai suatu kejahatan. Praktis tidak terdapat lagi perbedaan yang signifikan antara penarikan cek kosong dengan bilyet giro kosong dari segi hukum pidana.

               

      3.      Cek dan Bilyet Giro sendiri merupakan alat pembayaran, sedangkan kegagalan pembayaran utang dapat dikategorikan sebagai wanprestasi, yaitu keadaan apabila salah satu pihak di dalam satu perjanjian tidak melaksanakan prestasi atau kewajibannya dan bukan karena keadaan memaksa (overmacht). Hal ini dijelaskan juga dalam artikel Cek Kosong.

       

      Menurut Pasal 1234 Kitab UU Hukum Perdata (“KUHPer”) prestasi terbagi dalam tiga macam:

      a.        Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalam Pasal 1237 KUHPer);

      b.       Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPer); dan

      c.        Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat seuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPer).

       

      Jadi, pada dasarnya mengenai kegagalan pembayaran adalah termasuk ke dalam ranah hukum perdata. Namun, menurut artikel Cek Kosong, memang terdapat juga kemungkinan kegagalan pembayaran tersebut dilakukan untuk melakukan tindak pidana, misalnya tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab UU Hukum Pidana (“KUHP”). Terhadap kasus yang terakhir ini, apabila apabila unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi dan terbukti bahwa pemberian cek atau bilyet giro kosong dilakukan untuk melakukan kejahatan, maka pemidanaan tetap dapat dilakukan.

       

      Sekian jawaban dari kami, semoga membantu.

       

      Dasar hukum:

      1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk WetboekStaatsblad 1847 No. 23).

      2.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43).

      3.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 732).

      4.      Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) Nomor 1 Tahun 1971 tentang Pencabutan UU No. 17 Tahun 1964.

      5.      Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.

      6.      Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/Dasp Tahun 2000 tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong.

        



    Sabtu, 09 November 2019

    Hukumnya Bila Mencuri Ide Bisnis Orang Lain

    Pertanyaan

    Mohon info tentang pencurian ide bisnis. Contoh: saya ingin merekrut teman saya untuk menjadi partner bisnis, terjadilah pemaparan detail tentang business plan dan hal teknis bisnis tersebut. Kemudian, orang tersebut malah menjalankan bisnis tersebut tanpa saya. Apakah hal tersebut ada hukumannya? Terima kasih.

    Ulasan Lengkapnya
    Intisari
     
    Ulasan:
     
    Terimakasih atas pertanyaan Anda.
     
    Sedikit membahas sejarah,  sebelum adanya putusan Arrest Hooge Raad tanggal 31 Januari 1919 pada perkara Lindenbaum vs. Cohen, pengertian perbuatan melawan hukum, yang diatur pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) (pasal 1401 BW Belanda) hanya ditafsirkan secara sempit. Yang dikatakan perbuatan melawan hukum adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang timbul karena Undang-Undang (onwetmatig). Namun akhirnya melalui putusan tersebut, Hoge Raad menyatakan bahwa pengertian perbuatan melawan hukum di pasal 1401 BW Belanda, termasuk pula suatu perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau bertentangan dengan kesusilaan.
     
    Pada perkara tersebut, terjadi sengketa yang dilatarbelakangi oleh Persaingan Kantor percetakan milik Lindenbaum dan milik Cohen. Cohen mengambil informasi secara ilegal dari kantor Lindenbaum. Putusan itu dimenangkan oleh Lindenbaum, karena perbuatan illegal yang dilakukan Cohen merugikan usaha Lindenbaum, sehingga berdampak Cohen harus membayar kerugian kepada Lindenbaum.
     
    KUHPerdata memang tidak mendefinisikan dan merumuskan perbuatan melawan hukum. Perumusannya diserahkan kepada doktrin dan yurisprudensi. Pasal 1365 KUHPer hanya mengatur barangsiapa melakukan perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian yang ditimbulkannya.
     
     
    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diakses melalui laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia:
     
    Dalam kasus ini, Anda telah memberikan penjelasan detail tentang business plan dan hal teknis bisnis Anda kepada teman Anda.
     
    Informasi Rahasia dan Rahasia Dagang
    Pada buku Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar (hal. 236), yang disunting oleh Tim LindseyEddy DamianSimon Butt, dan Tomi Suryo Utomo, disebutkan mengenai jenis informasi yang mendapat perlindungan hukum. Contoh umum dari konsep atau informasi yang mendapat perlindungan hukum di antaranya ialah :
    • daftar pelanggan;
    • penelitian pasar;
    • penelitian teknis;
    • resep masakan atau ramuan yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk tertentu;
    • sistem kerja tertentu yang cukup menguntungkan;
    • ide atau konsep yang mendasari kampanye pengiklanan atau pemasaran;
    • sebuah cara untuk mengubah atau menghasilkan sebuah produk dengan menggunakan kimia atau mesin;
    Perlu dicatat bahwa hukum hanya melindungi informasi, konsep atau ide dan bukan wujud nyata. Oleh karena itu, informasi itu tidak perlu berupa tulisan agar dianggap rahasia.  
     
    Pada buku yang sama (hal. 238), dasar pemikiran untuk perlindungan informasi rahasia adalah untuk menjamin pihak yang melakukan investasi untuk mengembangkan konsep, ide, dan informasi yang bernilai komersial dan memperoleh manfaat dari investasi itu dengan memeproleh hak ekslusif untuk menggunakan konsep atau informasi, maupun untuk mencegah pihak lain menggunakan atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa izin.
     
    Sebagaimana diatur di Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (“UU Rahasia Dagang”), bahwa Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
     
    Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila:[1]
    1. informasi tersebut bersifat rahasia;
    2. mempunyai nilai ekonomi; dan
    3. dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya.
     
    Oleh karena itu, selama memenuhi unsur-unsur rahasia dagang di atas, maka business plan Anda termasuk rahasia dagang.
     
    Yang dimaksud informasi bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.[2] Informasi tersebut pun dianggap memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi.[3] Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.[4]
     
    Upaya Hukum Gugatan Ganti Rugi
    Pada Pasal 4 UU Rahasia Dagang disebutkan:
     
    Pemilik Rahasia Dagang memiliki hak untuk 
    1. menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya;
    2. memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial.
     
    Upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terdapat pihak yang tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang milik Anda adalah sebagaimana disebut dalam Pasal 11 UU Rahasia Dagang, yaitu Pemegang Hak Rahasia Dagang atau penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun ke Pengadilan Negeri yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, berupa:
    1. gugatan ganti rugi; dan/atau
    2. Penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
     
    Selain penyelesaian gugatan sebagaimana di atas, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.[5]
     
    Upaya Hukum Tuntutan Pidana
    Pelanggaran Rahasia Dagang juga terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan.[6]
     
    Upaya hukum lain yang Anda lakukan selain mengajukan gugatan perdata adalah Anda dapat melaporkan teman Anda ke Polisi atau Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Hak Kekayaan Intelektual untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang.[7]
     
    Adapun sanksi pidana bagi teman Anda yang dengan sengaja mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 17 ayat (1) UU Rahasia Dagang yaitu:
     
    Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
     
    Penting untuk diketahui bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas merupakan delik aduan.[8]
     
    Kami sarankan jika demikian, maka lebih baik Anda melakukan gugatan perdata terlebih dahulu agar rekan Anda dapat membayar kerugian yang Anda alami. Karena pada hakikatnya bahwa sanksi pidana hanyalah sebagai Ultimum Remidium (upaya terakhir dalam penegakan hukum).
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
     
    Referensi:
    1. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada tanggal 26 Juli 2018, pukul 16.00 WIB.
    2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Sukabumi: Politeia, 1991.
    3. Tim Lindsey, et al., eds., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung: Alumni, 2013.

    [1] Pasal 3 angka 1 UU Rahasia Dagang
    [2] Pasal 3 angka 2 UU Rahasia Dagang
    [3] Pasal 3 angka 3 UU Rahasia Dagang
    [4] Pasal 3 angka 4 UU Rahasia Dagang
    [5] Pasal 12 UU Rahasia Dagang
    [6] Pasal 13 UU Rahasia Dagang
    [7] Pasal 16 ayat (1) UU Rahasia Dagang
    [8] Pasal 17 ayat (2) UU Rahasia Dagang





    Sumber : https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5a718de6c7eba/hukumnya-bila-mencuri-ide-bisnis-orang-lain

    Minggu, 27 Oktober 2019

    Ketika Istri Tak Lagi Mencintai Suaminya

    Pertanyaan

    Teman saya sudah menikah 2 tahun dan dia mau bercerai karena katanya sudah tidak cinta. Perlu diketahui, teman saya itu menikah karena kemauan orang tuanya, dia disuruh menikah secepatnya, padahal sebenarnya dia tidak mau. Sekarang teman saya sudah lelah dengan kepura-puraannya ini. Suami teman saya itu tidak lalai dalam tugasnya sebagai suami. Pertanyaannya, bolehkah bercerai karena tidak cinta lagi?


    Ulasan Lengkap

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Kami turut prihatin terhadap masalah yang sedang dihadapi oleh teman Anda. Perceraian hendaknya menjadi pilihan terakhir bagi pasangan suami istri setelah semua upaya telah ditempuh untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

     

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, penting halnya jika kita terlebih dahulu menyimak bunyi Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”):

    “Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.”

     

    Lebih lanjut, dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dikatakan bahwa alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah:

    1.    salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

    2.    salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya

    3.    salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung

    4.    salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain

    5.    salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri

    6.    antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga

     

    Selain alasan-alasan tersebut, bagi pasangan suami istri yang beragama Islam juga berlaku ketentuan dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)yang mengatur dua alasan perceraian yang tidak diatur dalam UU Perkawinan yaitu:  

    1.    Suami melanggar taklik talak

    2.    Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga

     

    Di dalam cerita disebutkan bahwa teman Anda sudah menikah selama dua tahun, namun ingin bercerai karena sudah tidak cinta lagi dengan suaminya. Juga dikatakan, sang suami tidak lalai dalam tugasnya sebagai suami. Jika merujuk pada alasan dari segi UU Perkawinan dan KHI yang telah kami sebutkan di atas, maka alasan karena sudah tidak cinta tidak dapat dijadikan dasar untuk perceraian. Oleh karena itu, tidak ada cukup alasan bagi teman Anda untuk menggugat cerai suaminya.

     

    Selanjutnya, kami akan membahas mengenai alasan tidak cinta lagi sebagai dasar perceraian ini jika dilihat dari segi hukum Islam. Apabila teman Anda dan suami beragama Islam, maka ada syariat Islam yang juga perlu dicermati terkait hal ini.

     

    Mengutip pada sebuah artikel yang menurut kami relevan dengan pertanyaan Anda ini berjudul Bila Isteri Menuntut Cerai, Bolehkah Suami-Isteri Bersatu Kembali? yang kami akses dari laman mediasilaturahim.com, dikatakan:

     

    “… tujuan utama pernikahan adalah membina rumah tangga yang sakinah, penuh mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Dari sini, maka bila salah satu pihak (suami atau isteri) sudah merasa tidak nyaman, maka ia boleh memutuskan untuk tidak meneruskan perjalanan bahtera rumah tangganya. Bila isteri yang sudah merasa tidak nyaman, maka dia boleh melakukan khulu’, yaitu menebus dirinya dari kekuasaan suami dengan menyerahkan sejumlah harta kepadanya. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kemudharatan yang akan menimpa wanita, baik karena sikap suaminya yang tidak baik (zhalim) maupun karena dia tidak bisa lagi tinggal bersama orang yang tidak dicintainya.”

     

    Selain bersumber pada tulisan di atas, sumber lain yang menurut kami juga relevan terkait khulu’ ini adalah tulisan berjudul Talak Bagian 4 (Sebab Talak: Khulu’) yang kami dapat dari laman muslimah.or.id. Tulisan tersebut menerangkan bahwa khulu’ diambil dari ungkapan Ø®Ù„عالثوب yang artinya melepas baju, karena secara kiasan, istri adalah pakaian suami. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:

     “Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (Q.S. Al-Baqarah: 187)

    Kembali kepada penjelasan dalam tulisan Bila Isteri Menuntut Cerai, Bolehkah Suami-Isteri Bersatu Kembali?, lebih lanjut dijelaskan bahwa karena pernikahan merupakan ikatan suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah, Islam agak sedikit menutup kemungkinan cara khulu’ ini. Artinya, Islam berusaha agar hal seperti itu tidak terjadi. Jika memang harus terjadi, maka hal itu dibolehkan. Tentunya berdasarkan pertimbangan adanya kemashlahatan (kebaikan) bagi kedua belah pihak. Hal ini dimaksudkan agar wanita tidak menggunakan fasilitas khulu’ ini semaunya tanpa ada pertimbangan kemashlahatan. Demikian pula dengan hakim, dia tidak boleh mengabulkan permohonan khulu’ begitu saja tanpa ada pertimbangan kemashlahatan dan sebelum berusaha untuk menyatukan kembali suami istri yang akan bercerai.

     

    Kemudian, kami akan menjelaskan khulu’ dari segi teknis dalam praktik. Kami merujuk pada sebuah tulisan berjudul Spesifikasi Putusnya Perkawinan Karena Perceraian (Upaya Modifikasi Penerapan Hukum Putusnya Perkawinan karena Perceraian di Pengadilan Agama) yang dibuat oleh Erfani, S.HI. yangkami akses dari laman resmi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI. Erfani berpendapat bahwa ketika perceraian/putusnya perkawinan itu diajukan dari dan oleh istri dengan sebab bersumber dari istri atau juga dari suami, maka perceraian/putusnya perkawinan itu merupakan fasakh (fasakh: putusnya perkawinan oleh hakim). Salah satu jenis putusnya perkawinan ini adalah talak khulu’. Kasus perceraian yang dapat diterapkan lembaga talak jenis khuluk ini adalah ketika sebuah perceraian itu merupakan kehendak istri, sementara perceraian yang dikehendaki oleh isteri itu lebih kepada situasi isteri yang sudah tidak lagi menyukai (karahiyah) dan tidak lagi mencintai suaminya. Hal ini karena mempertahankan rumah tangga sementara rasa cinta itu hanya sepihak saja akan menimbulkan banyak dampak negatif bagi keduanya, sehingga perceraian harus menjadi jalan keluar meskipun pada dasarnya suami tidak menghendaki itu.

     

    Jadi, dalam praktiknya alasan perceraian atas dasar karena sudah tidak cinta lagi ini memang terjadi di masyarakat dan seorang istri yang tidak cinta lagi kepada suaminya dapat memohon kepada suaminya untuk menjatuhkan talak kepadanya yang dinamakan talak khulu’ yang mana pengadilan agama memfasilitasinya melalui lembaga khulu’.

     

    Dengan demikian, berpedoman pada ulasan mengenai khulu’ dari beberapa tautan yang kami berikan di atas, dapat disimpulkan bahwa jika dilihat dari alasan-alasan perceraian yang disebut dalam UU Perkawinan dan KHI, teman Anda tidak dapat menggugat cerai suaminya oleh karena alasan tidak cinta lagi tidak dapat dijadikan dasar untuk perceraian. Akan tetapi, jika dilihat dari segi hukum Islam dan dalam praktik, permintaan istri kepada suami untuk menjatuhkan talak kepadanya karena alasan tidak cinta lagi boleh/dimungkinkan untuk dilakukan, namun hakim yang mengabulkan permohonan talak jenis ini harus berdasarkan pertimbangan adanya kemashlahatan (kebaikan) bagi suami dan istri.

     

    Namun bagaimanapun juga, menurut hemat kami, perceraian haruslah sebaik mungkin dihindari. Kami berharap teman Anda dapat menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan tanpa harus melalui jalan perceraian.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar hukum:

    1.    Al-Qur’an

    2.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    3.  Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
     

    Referensi:

    Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, diakses pada 9 Juli 2013 pukul 14.44 WIB

    http://mediasilaturahim.com/konsultasi-agama/konsultasi-keluarga/218-khulu-bersatu-kembali.html, diakses pada 11 Juli 2013 pukul 08.43 WIB

    http://muslimah.or.id/fikih/talak-bagian-4-sebab-talak-khulu.html, diakses pada 11 Juli 2013 pukul 10.05 WIB





    Sumber : https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51d67473680bd/ketika-istri-tak-lagi-mencintai-suaminya/

    Rabu, 16 Oktober 2019

    Akibat Hukum Jika Debitor Melakukan Perbuatan Hukum dalam Proses Kepailitan


    Pertanyaan


    1. Apakah Debitor sebagai salah satu subjek dalam kepailitan dapat melakukan perbuatan hukum dalam proses kepailitan? 2. Bagaimana akibat hukumnya jika Debitor tetap melakukan perbuatan hukum, dalam artian melakukan perbuatan hukum demi melunasi dan membagi rata utang-utang Debitor tersebut secara rata? Sedangkan di Pasal 10 UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa Debitor dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor.


    Ulasan Lengkap

     

    Akibat Kepailitan

    Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Ini sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”).

     

    Akibat dari kepailitan adalah debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.[1]

     

    Debitor dalam Proses Kepailitan

    Menjawab pertanyaan Anda yang pertama, berdasarkan ketentuan di atas, maka sejak putusan pernyataan pailit diucapkan dan selama kepailitan, Debitor telah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk harta pailit, Debitor sudah tidak dapat melakukan perbuatan hukum yang meliputi kekayaannya termasuk yang diperoleh selama kepailitan.

     

    Hal ini juga ditegaskan dalam Paragraf 9 Penjelasan Umum UU PKPU yang menyatakan:

    Putusan Pernyataan pailit mengubah status hukum seseorang menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai, dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit diucapkan.

     

    Selanjutnya terhadap pertanyaan Anda yang kedua, akibat hukum jika Debitor tetap melakukan perbuatan hukum demi melunasi dan membagi rata utang-utang Debitor adalah tindakan Debitor tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum. Hal ini karena yang berwenang untuk melakukan pembagian pembayaran utang-utang Debitor kepada Kreditor adalah Kurator berdasarkan prinsip keseimbangan dalam Kepailitan (Pari Passu Pro Rata Parte) dengan memperhatikan adanya kreditur-kreditur yang haknya didahulukan (Kreditur Preferen dan Kreditur Separatis).[2] Yang dimaksud dengan "pro rata", adalah pembayaran menurut besar kecilnya piutang masing-masing.[3]

     

    Jika Perbuatan Hukum Debitor Merugikan Kreditor

    Sebagai informasi, jika perbuatan hukum yang Debitor lakukan sebelum putusan pernyataan pailit itu diucapkan merugikan Kreditor, maka berlaku Pasal 41 UU KPKPU:

     

    (1)  Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

    (2)  Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.

    (3)  Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum Debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang.

     

    Akibat hukumnya, setiap orang yang telah menerima benda yang merupakan bagian dari harta Debitor yang tercakup dalam perbuatan hukum yang dibatalkan, harus mengembalikan benda tersebut kepada Kurator dan dilaporkan kepada Hakim Pengawas. Jika orang tersebut tidak dapat mengembalikan benda yang telah diterima dalam keadaan semula, wajib membayar ganti rugi kepada harta pailit.[4]

     

    Implikasi Pidana Tindakan Debitor yang Menggunakan Harta Pailit

    Selanjutnya, karena Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas,[5] maka tindakan Debitor melakukan pembayaran dengan menggunakan harta pailit yang berstatus sita umum juga dapat berimplikasi secara pidana.

     

    Hal ini diatur dalam Pasal 227 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) jo. Pasal-pasal KUHP tentang perbuatan merugikan pemiutang (schuldeischer) atau orang yang mempunyai hak (rechtthebbende) dalam keadaan pailit (Pasal 396-Pasal 405 KUHP).

     

    Selanjutnya, Kurator berdasarkan kewenangannya dapat meminta kepada Pengadilan dengan putusan pernyataan pailit atau setiap waktu setelah itu, untuk menempatkan Debitor untuk ditahan baik di Rumah Tahanan Negara maupun di rumahnya sendiri.[6]

     

    Selanjutnya menyorot soal Pasal 10 UU KPKPU yang Anda sebut, berikut bunyi lengkapnya:

     

    (1)  Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap Kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk:

    a.    meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor; atau

    b.    menunjuk Kurator sementara untuk mengawasi:

    1)    pengelolaan usaha Debitor; dan

    2)    pembayaran kepada Kreditor, pengalihan, atau pengagunan kekayaan Debitor yang dalam kepailitan merupakan wewenang Kurator.

    (2)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikabulkan, apabila hal tersebut diperlukan guna melindungi kepentingan Kreditor.

    (3)  Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikabulkan, Pengadilan dapat menetapkan syarat agar Kreditor pemohon memberikan jaminan yang dianggap wajar oleh Pengadilan.

     

    Jadi, kami luruskan bahwa yang berhak melakukan pengajuan permohonan sita jaminan terhadap kekayaan Debitor kepada Pengadilan adalah Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan dan bukan oleh Debitor.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2.    Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

     

     

    [1] Pasal 24 ayat (1) UU KPKPU

    [2] Pasal 176 dan Pasal 189 UU KPKPU

    [3] Penjelasan Pasal 176 huruf a UU KPKPU

    [4] Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU KPKPU

    [5] Pasal 1 angka 1 UU KPKPU

    [6] Pasal 93 ayat (1) UU KPKPU




    Sumber : https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57a04af17c45a/akibat-hukum-jika-debitor-melakukan-perbuatan-hukum-dalam-proses-kepailitan/

    Bisakah Seorang Kreditor Saja Menjadi Pemohon PKPU?


    Pertanyaan


    Apabila pemohon PKPU adalah kreditor, mungkinkah mengajukan permohonan PKPU cukup dengan 1 kreditor? Hal ini karena Pasal 222 ayat (1) Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa PKPU diajukan oleh debitor yang memiliki lebih dari 1 (satu) kreditor atau kreditor. Apakah kata-kata "atau kreditor" di atas dapat diartikan sebagai 1 kreditor?

     

    Ulasan:

     

    Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

    Mengenai istilah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”) memang tidak didefinisikan secara padat dan ringkas dalam ketentuan  Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan dan PKPU”).

     

    Untuk itu, agar memudahkan kita dalam memahami PKPU, saya akan mengutip pendapat dari salah satu praktisi kepailitan, Munir Fuady, tentang definisi PKPU, dalam bukunya Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (hal. 175), sebagai berikut:

     

    Yang dimaksud dengan tundaan pembayaran utang (suspension of payment atau surseance van betaling) adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut (legal moratorium).

     

    Permohonan PKPU

    Pasal 222 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU memang memungkinkan permohonan PKPU diajukan oleh Debitor (orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan) yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor, ATAU diajukan oleh Kreditor (orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

     

    Berikut selengkapnya bunyi Pasal 222 UU Kepailitan dan PKPU:

    (1)  Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor.

    (2)  Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor.

    (3)  Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.

     

    Dengan diberikannya “legal standing” (kedudukan hukum) oleh UU Kepailitan dan PKPU bagi Debitor atau Kreditor untuk mengajukan permohonan PKPU, sempat menimbulkan perdebatan di kalangan praktisi hukum kepailitan. Ada beberapa praktisi yang mempertanyakan, mengapa legal standing untuk mengajukan PKPU juga diberikan kepada Kreditor, yang notabene merupakan orang yang memberikan utang kepada Debitor. Sedangkan di sisi lain, yang mungkin lebih tahu soal daya atau kesanggupan membayar utang tersebut adalah Debitor itu sendiri.

     

    Padahal, apabila persetujuan dari Kreditor untuk pemberian PKPU secara tetap sampai jangka waktu PKPU berakhir tidak berhasil didapatkan atau dalam hal tidak tercapainya persetujuan atas rencana perdamaian sampai batas akhir PKPU yaitu 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, maka pengurus pada hari berakhirnya waktu tersebut wajib memberitahukan hal itu melalui Hakim Pengawas kepada Pengadilan yang harus menyatakan Debitor pailit.[1] Selain itu, atas putusan PKPU tersebut juga tidak terbuka upaya hukum apapun.[2]

     

    Namun demikian, apapun pandangan yang menjadi perdebatan di atas, ketentuan Pasal 222 UU Kepailitan dan PKPU tetap merupakan hukum positif yang masih berlaku dan belum dibatalkan atau dicabut keberlakuannya.

     

    Dapatkah Mengajukan Permohonan PKPU oleh Cukup Satu Kreditor Saja?

    Menjawab pertanyaan Anda soal apakah dalam mengajukan permohonan PKPU cukup dengan 1 (satu) Kreditor saja, maka menurut hemat kami, ketentuan Pasal 222 UU Kepailitan dan PKPU mengenai pemberian PKPU dan akibatnya harus dibaca dengan pengertian bahwa dalam mengajukan PKPU, baik Debitor atau Kreditor sebagai pemohon PKPU harus tetap dapat membuktikan bahwa Kreditor dalam PKPU tersebut adalah lebih dari 1 (satu) KreditorDengan demikian, permohonan PKPU dapat diajukan oleh 1 (satu) Kreditor dengan tetap mendalilkan adanya Kreditor-Kreditor lain yang memiliki piutang terhadap Debitor tersebut.

     

    Kesimpulan ini tentunya sejalan dengan prinsip-prinsip utama yang terkandung dalam hukum Kepailitan dan PKPU, yaitu Prinsip Paritas Creditorium yang artinya Kreditor mempunyai kedudukan dan hak yang sama terhadap semua harta Debitor, Prinsip Pari Pasu Prorata Parte yang berarti harta kekayaan Debitor merupakan jaminan bersama untuk para Kreditor secara proporsional, kecuali apabila ada hak didahulukan dalam menerima pembayaran tagihan, dan Prinsip Structured Creditors (Kreditor separatis, preferen, dan konkuren).

     

    Contoh Kasus

    Selain itu, sebagai referensi tambahan untuk Anda, kita dapat melihat Putusan Mahkamah Agung Nomor 267 K/Pdt.Sus-PKPU/2013 antara PT Jayakarta Sakti selaku Debitor merupakan Pemohon Kasasi melawan PT BANK BNI Syariah selaku Termohon Kasasi, dimana dalam tingkat Pengadilan Niaga sebelumnya, PT BANK BNI Syariah selaku Kreditor merupakan pemohon PKPU (tunggal) tetap mendalilkan adanya beberapa Kreditor lain dalam Permohonan PKPU tersebut.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 

     

    Referensi:

    Munir Fuady. Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek. Citra Aditya Bakti, 2010.  

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 267 K/Pdt.Sus-PKPU/2013

    [1] Pasal 230 ayat (1) jo. Pasal 228 ayat (6) UU Kepailitan dan PKPU

    [2] Pasal 235 ayat (1)  UU Kepailitan dan PKPU




    Sumber : https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt589ac719e7249/bisakah-seorang-kreditor-saja-menjadi-pemohon-pkpu/

    Hukum Kepailitan di Indonesia


    1) Pengertian dan Syarat-Syarat Kepailitan

    Kata pailit berasal dari bahasa Prancis; failite yang berarti kemacetan pembayaran. Secara tata bahasa, kepailitan berarti berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Menurut Imran Nating, kepailitan diartikan sebagai suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan pailit adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt, dan yang aktivitasnya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar hutang-hutangnya (Abdurrachman, A., 1991 : 89). Dalam Black’s Law Dictionary, pailit atau bankrupt adalah

    “the state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due”. The term includes a person againt whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntaru petition, or who has been adjudged a bankrupt.

    Dari pengertian tersebut maka pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar. (Ahmad Yani & Gunawan Widjaja , 2004 : 11 ).

    Orang sering menyamakan arti pailit ini sama dengan bankrupt atau bangkrut dalam bahasa Indonesia. Namun, menurut penulis pengertian pailit tidak sama dengan bangkrut, karena bangkrut berarti ada unsur keuangan yang tidak sehat dalam suatu perusahaan, tetapi pailit bisa terjadi pada perusahaan yang keadaan keuangannya sehat, perusahaan tersebut dipailitkan karena tidak membayar utang yang telah jatuh tempo dari salah satu atau lebih kreditornya. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

    Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Berdasarkan ketentuan kedua pasal tersebut di atas, maka syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut :

    a) Adanya utang;

    b) Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo;

    c) Minimal satu dari utang dapat ditagih;

    d) Adanya debitor;

    e) Adanya kreditor;

    f) Kreditor lebih dari satu;

    g) Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan Niaga”;

    h) Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang;

    i) Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang Undang Kepailitan;

    Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim harus “menyatakan pailit”, bukan “dapat menyatakan pailit”, sehingga dalam hal ini kepada hakim tidak diberikan ruang untuk memberikan “judgement” yang luas seperti pada perkara lainnya.

    Apabila kita membahas mengenai hukum kepailitan, maka tidak terlepas dari ketentuan peraturan perundang-undangan lain di luar peraturan mengenai kepailitan. Sebagai contoh, jika debitur adalah perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) maka harus kita lihat peraturan yang mengatur tentang PT, misanya tentang akibat kepailitan serta tanggung jawab pengurus PT. Begitu pula kepailitan suatu BUMN, kita harus melihat pula peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang BUMN. Sehinggga di sini dasar yang menjadi sumber hukum kepailitan tidak hanya dari Undang-Undang Kepailitan saja, akan tetapi harus diperhatikan pula peraturan lain yang masih berhubungan. Dasar hukum kepailitan yang utama tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Adapun sumber lainnya misalnya KUH Perdata Pasal.1139,1149,1134; KUHP Pasal 396,397,399,400,520 ;Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan; dan peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan kepailitan.

    2) Pihak yang dapat Dinyatakan Pailit

    Setiap orang dapat dinyatakan pailit sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004. Debitur secara sumir terbukti memenuhi syarat di atas dapat dinyatakan pailit, baik debitor perorangan maupun badan hukum. Menurut Imran Nating, pihak yang dapat dinyatakan pailit antara lain :

    a) Orang Perorangan

    Baik laki-laki maupun, menjalankan perusahaan atau tidak, ayng telah menikah maupun yang belum menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor perorangan yang telah menikah, permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya, kecuali antara suami istri tersebut tidak ada pencampuran harta.

    b) Harta Peninggalan (Warisan)

    Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar utangnya. Dengan demikian, debitor yang telah meninggal dunia masih saja dinyatakan pailit atas harta kekayaannya apabila ada kreditor yang mengajukan permohonan tersebut. Akan tetapi permohonan tidak ditujukan bagi para ahli waris. Pernyataan pailit harta peninggalan berakibat demi hukum dipisahkan harta kekayaan pihak yang meninggal dari harta kekayaan para ahli waris dengan cara yang dijelaskan dalam Pasal 1107 KUH Perdata. Permohonan pailit terhadap harta peninggalan, harus memperhatikan ketentuan Pasal 210 Undang-Undang Kepailitan, yang mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah debitor meninggal.

    c) Perkumpulan Perseroan (Holding Company)

    Undang-Undang Kepailitan tidak mensyaratkan bahwa permohonan kepailitan terhadap holding company dan anak-anak perusahaannya harus diajukan dalam satu dokumen yang sama. Permohonan-permohonan selain dapat diajukan dalam satu permohonan, juga dapat diajukan terpisah sebagai dua permohonan.

    d) Penjamin (Guarantor)

    Penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditor mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor apabila debitoe yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya

    e) Badan Hukum

    Dalam kepustakaan hukum Belanda, istilah badan hukum dikenal dengan sebutan rechtsperson, dan dalam kepustakaan Common Law seringkali disebut dengan istilah legal entity, juristic person, atau artificial person. Badan hukum bukanlah makhluk hidup sebagaimana halnya manusia. Badan hukum kehilangan daya piker, kehendaknya, dan tidak mempunyai central bewustzijn. Oleh karena itu, ia tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Ia harus bertindak dengan perantara orang (natuurlijke personen), tetapi orang yang bertindak itu tidak bertindak untuk dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nam pertanggungan gugat badan hukum. Pada badan hukum selalu diwakili oleh organ dan perbuatan organ adalah perbuatan badan hukum itu sendiri. Organ hanya dapat mengikatkan badan hukum, jika tindakanya masih dalam batas dan wewenang yang telah ditentukan dalam anggaran dasar.

    f) Perkumpulan Bukan Badan Hukum

    Perkumpulan yang bukan berbadan hukum ini menjalankan suatu usaha berdasarkan perjanjian antaranggotanya, tetapi perkumpulan ini bukan merupakan badan hukum, artinya tidak ada pemisahan harta perusahaan dan harta kekayaan pribadi, yang termasuk dalam perkumpulan ini antara lain :

    (1) Maatscappen (persekutuan perdata);

    (2) Persekutuan firma;

    (3) Persekutuan komanditer.

    Oleh karena bukan badan hukum, maka hanya para anggotanya saja yang dapat dinyatakan pailit. Permohonan pailit terhadap Firma dan Persekutuan Komanditer harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing pesero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang Firma.

    g) Bank

    Undang-Undang Kepailitan dan PKPU membedakan antara debitur bank dan bukan bank. Pembedaan tersebut dilakukan dalam hal siapa yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Apabila debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia, karena bank sarat dengan uang masyarakat yang harus dilindungi.

    h) Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian

    Sebagaimana bank, Undang-Undang Kepailitan dan PKPU juga membedakan perusahaan efek dengan debitur lainnya. Jika menyangkut debitur yang merupakan Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Badan ini dikecualikan oleh Undang-Undang karena lembaga ini mengelola dana masyarakat umum.

    3) Pihak yang dapat Memohonkan Pailit

    Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mensyaratkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 2, bahkan panitera wajib tidak menerima permohonan pernyataan pailit apabila diajukan oleh pihak yang tidak berwenang. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit antara lain :

    a) Debitor

    Dalam setiap hal disyaratkan bahwa debitur mempunyai lebih dari satu orang kreditor, karena merasa tidak mampu atau sudah tidak dapat membayar utang-utangnya, dapat mengajukan permohonan pailit. Debitur harus membuktikan bahwa ia mempunyai dua atau lebih kreditor serta juga membuktikan bahwa ia tidak dapat membayar salah satu atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Apabila debitor telah menikah, maka harus ada persetujuan pasanganya, karena hal ini menyangkut harta bersama, kecuali tidak ada pencampuran harta.

    b) Kreditor

    Dua orang kreditor atau lebih, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit selama memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Kreditor yang mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi debitor harus memenuhi syarat bahwa hak tuntutannya terbukti secara sederhana atau pembuktian mengenai hak kreditor untuk menagih juga dilakukan secara sederhana.

    c) Kejaksaan

    Apabila permohonan pernyataan pailit mengandung unsure atau alasan untuk kepentingan umum maka, permohonan harus diajukan oleh Kejaksaan. Kepntingan umum yang dimaksud dalam Undang-Undang adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:

    (1) Debitor melarikan diri;

    (2) Debitor menggelapkan harta kekayaan;

    (3) Debitor mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;

    (4) Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;

    (5) Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau

    (6) Dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.

    d) Bank Indonesia

    Bank Indonesia adalah satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit jika debitornya adalah bank. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan.

    e) Badan Pengawas Pasar Modal

    Apabila debitor adalah perusahaan Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian maka satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.

    f) Menteri Keuangan

    Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh Menteri Keuangan apabila debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 disebutkan bahwa Kewenangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagai lembaga pengelola risiko dan sekaligus sebagai lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian. Kemudian Kewenangan untuk mengajukan pailit bagi Dana Pensiun, sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Dana Pensiun, mengingat Dana Pensiun mengelola dana masyarakat dalam jumlah besar dan dana tersebut merupakan hak dari peserta yang banyak jumlahnya.

    Permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan tersebut harus melalui advokat yang telah memiliki izin praktik beracara. Namun, apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan, tidak diperlukan advokat.

    4) Akibat Hukum Pernyataan Pailit

    Menurut Sutan Remy Sjahdeini, secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut :

    a) Kekayaan debitor pailit yang masuk ke dalam harta pailit merupakan sitaan umum atas harta pihak yang dinyatakan pailit.

    b) Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitor pailit.

    c) Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengururs dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diusapkan.

    d) Segala perikatan debitor yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.

    e) Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua kreditor dan debitor, sedangkan Hakim Pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.

    f) Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.

    g) Semua tuntutan atau gugatan yang bertujuan untuk mendapatkan pelunasan suatu perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitor sendiri selama kepailitan harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan.

    h) Kreditor yang dijamin dengan Hak Gadai, Hak Fidusia, Hak Tanggungan, atau hipotek dapat melaksanakan hak agunannya seolah-olah tidak ada kepailitan.

    i) Hak eksekutif kreditor yang dijamin dengan hak-hak di atas serta pihak ketiga, untuk dapat menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan maksimum untuk waktu 90 hari setelah putusan pailit diucapkan.

    Kepailitan berakibat hilangnya segala hak debitor untuk mengurus segala harta kekayaan yang termasuk ke dalam harta pailit (boedel pailit). Perlu diketahui bahwasanya putusan pernyataan pailit tidak mengakibatkan debitor kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum (volkomen handelingsbevoegd) pada umumnya, tetapi hanya kehilangan kekuasaan atau kewenangannya untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya saja. Kewenangan debitor itu selanjutnya diambil alih oleh kurator. Ketentuan tersebut berlaku sejak diucapkanya putusan pernyataan pailit. Kepailitan ini meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Sesudah pernyataan pailit tersebut maka segala perikatan yang dibuat debitor dengan pihak ketiga tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan kuntungan bagi harta pailit atau dapat menambah harta pailit. Oleh karena itu gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit, selama dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitor pailit, hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan atau rapat verifikasi. Segala tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Begitu pula mengenai segala eksekusi pengadilan terhadap harta pailit. Eksekusi pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikankecuali eksekusi itu sudah sedemikian jauh hingga hari pelelangan sudah ditentukan, dengan izin hakim pengawas kurator dapat meneruskan pelelangan tersebut.

    Kepailitan mempunyai banyak akibat yuridis. Munir Fuady mencatat ada 41 akibat yuridis dari suatu kepailitan atau akibat hukum yang terjadi jika debitor dinyatakan pailit. Akibat yuridis tersebut berlaku kepada debitor dengan dua metode pemberlakuan, yaitu:

    a) Berlaku Demi Hukum

    Ada beberpa akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the operation of law) segera setelah pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal seperti ini, Pengadilan Niaga, hakim pengawas, curator, kreditor, dan siapa pun yang terlibat dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut. Misalnya, larangan bagi debitor pailit untuk meninggalkan tempat tinggalnya.

    b) Berlaku Rule of Reason

    Untuk akibat-akibat hukum tertentu dari kepailitan berlaku Rule of Reason. Maksudnya adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, akan tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu, setelah mempunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan. Pihak-pihak yang mesti mempertimbangkan berlakunya akibat-akibat hukum tertentu tersebut misalnya kurator, Pengadilan Niaga, Hakim Pengawas, dan lain-lain. (Munir Fuady, 1999 : 65)

    5) Berakhirnya Kepailitan

    Suatu kepailitan pada dasarnya bisa berakhir, ada beberapa macam cara berakhirnya kepailitan :

    a) Setelah adanya perdamaian (akkoord), yang telah dihomologasi dan berkekuatan hukum tetap.

    Sebagaimana kita ketahui bahwa apabila dalam kepailitan diajukan rencana perdamaian, maka jika nantinya perdamaian tersebut disetujui secara sah akan mengikat, baik untuk kreditor yang setuju, kreditor yang tidak setuju, maupun untuk kreditor yang tidak hadir dalam rapat. Dengan diucapkanya perdamaian tersebut, berarti telah ada kesepakatan di antara para pihak tentang cara penyelesaian utang. Akan tetapi persetujuan dari rencana perdamaian tersebut perlu disahkan (homologasi) oleh Pengadilan Niaga dalam sidang homologasi. Apabila Pengadilan menolak pengesahan perdamaian karena alasan yang disebutkan dalam undang-undang maka pihak-pihak yang keberatan dapat mengajukan kasasi. Setelah putusan perdamaian tersebut diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap maka proses kepailitan tidak perlu dilanjutkan lagi.

    b) Insolvensi dan pembagian

    Kepailitan bisa berakhir segera setelah dibayar penuh jumlah piutang-piutang terhadap para kreditor atau daftar pembagian penutup memperoleh kekuatan yang pasti. Akan tetapi bila setelah berakhirnya pembagian ternyata masih terdapat harta kekayaan debitor, maka atas perintah Pengadilan Niaga, kurator akan membereskan dan mengadakan pembagian atas daftar-daftar pembagian yang sudah pernah dibuat dahulu (Munir Fuady, 1999 : 88).

    c) Atas saran kurator karena harta debitor tidak cukup.

    Apabila ternyata harta debitor ternyata tidak cukup untuk biaya pailit atau utang harta pailit, maka kurator dapat mengusulkan agar kepailitan tersebut dicabut kembali. Keputusan untuk mencabut kepailitan ini dibuat dalam bentuk ketetapan hakim dan diputuskan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

    d) Pencabutan atas anjuran Hakim Pengawas

    Pengadilan Niaga atas anjuran dari Hakim pengawas dapat mencabut kepailitan dengan memperhatikan keadaan harta pailit. Dalam memerintahkan pengakiran kepailitan tersebut, Pengadilan Niaga juga menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator yang dibebankan terhadap debitor. Terhadap penetapan biaya dan imbalan jasa tersebut, tidak dapat diajukan kasasi dan untuk pelaksanaanya dikeluarkan Fiat Eksekusi.

    e) Putusan pailit dibatalakan di tingkat kasasi atau peninjauan kembali.

    Putusan pailit oleh Pengadilan Niaga berlaku secara serta merta. Dengan demikian sejak saat putusan pailit maka status debitor sudah dalam keadaan pailit. Akan tetapi, putusan pailit dapat diajukan upaya hukum, yaitu kasasi atau peninjauan kembali terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam proses kepailitan tidak dimungkinkan upaya banding. Hal tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan atas pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Apabila pada tingkat kasasi ternyata putusan pernyataan pailit itu dibatalkan, maka kepailitan bagi debitor juga berakhir. Namun, segala perbuatan yang telah dilakukan kurator sebelum atau pada saat kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan dari Mahkamah Agung, tetap sah. Setelah menerima pemberitahuan tentang pembatalan putusan pernyataan pailit itu, selanjutnya kurator wajib mengiklankan pembatalan tersebut dalam surat kabar. Dengan pembatalan putusan pernyataan pailit tersebut, perdamaian yang telah terjadi hapus demi hukum.