Cari Blog Ini

Rabu, 16 Oktober 2019

Akibat Hukum Jika Debitor Melakukan Perbuatan Hukum dalam Proses Kepailitan


Pertanyaan


1. Apakah Debitor sebagai salah satu subjek dalam kepailitan dapat melakukan perbuatan hukum dalam proses kepailitan? 2. Bagaimana akibat hukumnya jika Debitor tetap melakukan perbuatan hukum, dalam artian melakukan perbuatan hukum demi melunasi dan membagi rata utang-utang Debitor tersebut secara rata? Sedangkan di Pasal 10 UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa Debitor dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor.


Ulasan Lengkap

 

Akibat Kepailitan

Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Ini sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”).

 

Akibat dari kepailitan adalah debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.[1]

 

Debitor dalam Proses Kepailitan

Menjawab pertanyaan Anda yang pertama, berdasarkan ketentuan di atas, maka sejak putusan pernyataan pailit diucapkan dan selama kepailitan, Debitor telah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk harta pailit, Debitor sudah tidak dapat melakukan perbuatan hukum yang meliputi kekayaannya termasuk yang diperoleh selama kepailitan.

 

Hal ini juga ditegaskan dalam Paragraf 9 Penjelasan Umum UU PKPU yang menyatakan:

Putusan Pernyataan pailit mengubah status hukum seseorang menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai, dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit diucapkan.

 

Selanjutnya terhadap pertanyaan Anda yang kedua, akibat hukum jika Debitor tetap melakukan perbuatan hukum demi melunasi dan membagi rata utang-utang Debitor adalah tindakan Debitor tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum. Hal ini karena yang berwenang untuk melakukan pembagian pembayaran utang-utang Debitor kepada Kreditor adalah Kurator berdasarkan prinsip keseimbangan dalam Kepailitan (Pari Passu Pro Rata Parte) dengan memperhatikan adanya kreditur-kreditur yang haknya didahulukan (Kreditur Preferen dan Kreditur Separatis).[2] Yang dimaksud dengan "pro rata", adalah pembayaran menurut besar kecilnya piutang masing-masing.[3]

 

Jika Perbuatan Hukum Debitor Merugikan Kreditor

Sebagai informasi, jika perbuatan hukum yang Debitor lakukan sebelum putusan pernyataan pailit itu diucapkan merugikan Kreditor, maka berlaku Pasal 41 UU KPKPU:

 

(1)  Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

(2)  Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.

(3)  Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum Debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan/atau karena undang-undang.

 

Akibat hukumnya, setiap orang yang telah menerima benda yang merupakan bagian dari harta Debitor yang tercakup dalam perbuatan hukum yang dibatalkan, harus mengembalikan benda tersebut kepada Kurator dan dilaporkan kepada Hakim Pengawas. Jika orang tersebut tidak dapat mengembalikan benda yang telah diterima dalam keadaan semula, wajib membayar ganti rugi kepada harta pailit.[4]

 

Implikasi Pidana Tindakan Debitor yang Menggunakan Harta Pailit

Selanjutnya, karena Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas,[5] maka tindakan Debitor melakukan pembayaran dengan menggunakan harta pailit yang berstatus sita umum juga dapat berimplikasi secara pidana.

 

Hal ini diatur dalam Pasal 227 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) jo. Pasal-pasal KUHP tentang perbuatan merugikan pemiutang (schuldeischer) atau orang yang mempunyai hak (rechtthebbende) dalam keadaan pailit (Pasal 396-Pasal 405 KUHP).

 

Selanjutnya, Kurator berdasarkan kewenangannya dapat meminta kepada Pengadilan dengan putusan pernyataan pailit atau setiap waktu setelah itu, untuk menempatkan Debitor untuk ditahan baik di Rumah Tahanan Negara maupun di rumahnya sendiri.[6]

 

Selanjutnya menyorot soal Pasal 10 UU KPKPU yang Anda sebut, berikut bunyi lengkapnya:

 

(1)  Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap Kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk:

a.    meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan Debitor; atau

b.    menunjuk Kurator sementara untuk mengawasi:

1)    pengelolaan usaha Debitor; dan

2)    pembayaran kepada Kreditor, pengalihan, atau pengagunan kekayaan Debitor yang dalam kepailitan merupakan wewenang Kurator.

(2)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikabulkan, apabila hal tersebut diperlukan guna melindungi kepentingan Kreditor.

(3)  Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikabulkan, Pengadilan dapat menetapkan syarat agar Kreditor pemohon memberikan jaminan yang dianggap wajar oleh Pengadilan.

 

Jadi, kami luruskan bahwa yang berhak melakukan pengajuan permohonan sita jaminan terhadap kekayaan Debitor kepada Pengadilan adalah Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan dan bukan oleh Debitor.

 

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

 

Dasar hukum:

1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

2.    Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

 

 

[1] Pasal 24 ayat (1) UU KPKPU

[2] Pasal 176 dan Pasal 189 UU KPKPU

[3] Penjelasan Pasal 176 huruf a UU KPKPU

[4] Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU KPKPU

[5] Pasal 1 angka 1 UU KPKPU

[6] Pasal 93 ayat (1) UU KPKPU




Sumber : https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57a04af17c45a/akibat-hukum-jika-debitor-melakukan-perbuatan-hukum-dalam-proses-kepailitan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar