Cari Blog Ini

Jumat, 11 Januari 2019

11 Tata Cara Jual Beli Tanah yang Belum Bersertifikat

Tata cara jual beli tanah yang belum memiliki sertifikat tentunya sulit untuk dijual. Tanah yang belum bersertifikat adalah tanah adat yang belum didaftarkan ke kantor badan pertanahan negara. Contohnya tanah girik atau tanah petok-D yang pernah kita dengar di daerah tertentu. Tentunya faktor tersebut dikarenakan ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya Cara Mengurus Sertifikat Tanah karena mereka tinggal di daerah terpencil. Selain itu faktor lain seperti tidak terlalu bernilai jual mahal dibanding biaya yang harus dikeluarkan, membuat sertifikat tanah di daerah tersebut tidak dianggap perlu oleh masyarakat setempat. (Baca juga: Cara Membuat Sertifikat Tanah dan Bangunan)

Apabila Anda tertarik membeli sebuah tanah yang belum bersertifikat, tentunya langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengajukan pengurusan sertifikatnya terlebih dahulu.  Ada dua proses yang harus diikuti untuk mengurus sertifikat tanah. Proses yang pertama adalah pengurusan di kantor kelurahan atau kantor desa. Proses kedua adalah pengurusan di kantor badan pertanahan nasional.

Dari situlah, dibutuhkan Syarat Jual Beli Tanah yang nantinya bisa membantu apa saja persyaratan yang harus di lengkapi guna menghindari konflik. Tanah bukanlah benda murah yang bisa dibeli begitu saja, da banyak prosedur yang harus kita ketahui. Jadi, ada baiknya kita mengetahui tata Cara Membeli Tanah yang belum ada sertifikatnya. (Baca juga: Perbedaan PPJB, PJB, AJB, SHM)

Berikut ini adalah Tata Cara Jual Beli Tanah yang belum bersertifikat.

Proses Di Kantor Kelurahan

Tata cara jual beli tanah yang belum bersertifikat pertama-tama harus mendatangi kantor kelurahan setempat untuk proses mendapatkan surat keterangan tidak ada sengketa, surat keterangan riwayat tanah, dan surat keterangan kepemilikan tanah sporadik. Masing-masing surat tersebut akan kami jelaskan satu-satu sebagai berikut:

Surat Keterangan Tidak Ada Sengketa

Surat keterangan tidak terjadi sengketa atas tanah dikeluarkan dan ditandatangani oleh lurah atau kepala desa setempat. Tentunya pihak lurah atau kades mengecek catatan perihal tanah tersebut melalui catatan buku besar kelurahan sekaligus meneliti di kondisi tanah di lapangan sebelumnya.  Apabila sedang terjadi sengketa atas tanah tersebut, tentunya lurah tidak akan mengeluarkan surat keterangan tersebut sampai sengketa diselesaikan oleh keluarga yang bersengketa.

Kekuatan surat keterangan tidak ada sengketa tersebut terletak juga pada adanya saksi-saksi yang bisa dipercaya, yaitu, Ketua RT dan RW atau tokoh-tokoh adat yang bisa dihormati penduduk setempat di lokasi tanah tersebut berada. Terlihat jelas bahwa fungsi surat keterangan ini memberitahukan dengan jelas bahwa tanah yang sedang diajukan oleh pemohon sedang tidak bermasalah. Pemohon disini tentunya pemilik tanah yang sedang diajukan permohonannya.

Surat Keterangan Riwayat Tanah

Surat Keterangan Riwayat Tanah diajukan bersama-sama surat keterangan tidak ada sengketa. Dalam surat ini dijelaskan secara runut dan tertulis penguasaan tanah dari awal pencatatan di kelurahan hingga keberadaannya saat ini oleh pemohon. Di dalamnya tercantum pula proses peralihat fungsi, guna dan kepemilikan tanah keseluruhan atau bagian-bagiannya bila tanah tersebut sangat luas dan dipecah menjadi beberapa bagian.

Surat Keterangan Penguasaan Tanah Sporadik

Surat keterangan penguasaan ini juga diajukan pemohon bersama-sama dua surat sebelumnya. Isi dari surat ini adalah pencatuman sejak tahun berapa pemohon memiliki, menguasai, dan memperoleh tanah tersebut. Fungsinya sudah jelas, untuk menguatkan kepemilikan pemohon sebagai pemilik sah tanah tersebut. Di lembar surat ini membutuhkan tandatangan lurah atau kepala desa yang berwenang.

Setelah kelengkapan tiga surat tersebut selesai, maka proses selanjutnya pemohon bisa mengajukan permohonan membuat sertifikat atas tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional.

Proses Di Kantor Badan Pertanahan Nasional

Tata cara jual beli tanah yang tidak bersertifikat harus melalui proses cukup panjang. Setelah mendapatkan tiga surat keterangan dari kelurahan maka langkah selanjutnya adalah mengajukan permohonan pengurusan sertifikat ke Kantor Badan Pertanahan Nasional secara langsung. Proses pengajuan ini tentu saja dilakukan oleh pemilik tanah atau pembeli yang tanah. (Baca juga: Tata CaraJual Beli Rumah dengan Benar)

Pengajuan Berkas Permohonan

Berkas permohonan yang disetorkan pada loket penerimaan Kantor Pertanahan berisi surat-surat asli kepemilikan tanah. Adapun kelengkapannya adalah:

Surat asli tanah girik atau fotokopi letter C yang dimiliki pemohon,Surat keterangan riwayat tanah dari lurah/kades,Surat keterangan tidak sedang sengketa dari lurah/kades,Surat pernyataan penguasaan tanah secara sporadik dari lurah/kades,Bukti-bukti peralihat hak milih tanah bila ada,Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga pemohon,Fotokopi bukti pembayaran PBB tahun yang sedang berjalan,Surat kuasa bila pemohon meminta orang lain untuk mewakili,Surat pernyataan sudah memasang batas-batas tanah,Dokumen-dokumen lain pendukung.Pengukuran Lokasi oleh Petugas

Setelah berkas-berkas pengajuan diperiksa dan diteliti oleh petugas Kantor Badan Pertanahan dan dinyatakan lengkap, maka petugas pengukur tanah yang ditunjuk oeh kepala kantor pertanahan akan datang ke lokasi untuk mengadakan pengukuran langsung.  Sekaligus membuat gambar blueprint tanah. (Baca juga: Tata CaraJual Beli Rumah dan Balik Nama Sertifikat)

Penerbitan Surat Ukur

Setelah proses pengukuran selesai, maka petugas pengukur tanah membuat laporan dan menerbitkan denah tanah beserta luasnya. Laporan ini akan diketahui oleh kepala kantor pertanahan dengan nama Surat Ukur.(Baca juga: Cara Over Kredit Rumah Agar Aman)

Penelitian oleh Petugas Panitia A

Petugas Panitia A adalah petugas dari Kantor BPN bersama Lurah atau Kepala Desa setempat. Tim Petugas Panitia A ini melakukan penelitian ulang agar tidak ada kesalahan di lapangan.(Baca juga: Cara Over Kredit Rumah KPR)

Pengumuman Data Yuridis di Kelurahan dan BPN

Pengumuman data yuridis di papan pengumuman Kelurahan dan Kantor BPN ini dipasang selama 60 hari atau 2 bulan. Kegiatan ini sesuai dengan pasal 26 PP No. 24 tahun 1997. Tujuannya untuk mengumumkan pada masyarakat luas dan menghindari adanya masalah dengan pihak lain.

Apabila ada pihak yang mengajukan keberatan tentang keberadaan tanah tersebut maka permohonan pembuatan sertifikat resmi dihentikan sementara sampai masalah dengan pihak yang saling terkait selesai.

Baca artikel sertifikat rumah :

Cara Membuat Sertifikat Rumah Dari AJBCara Gadai Sertifikat Rumah di Bank

Penerbitan SK Kepala Kantor BPN

Apabila setelah 60 hari pengumuman yuridis di Kelurahan dan Kantor BPN dan tidak ada pihak lainyaneg keberatan, maka proses selanjutnya adalah penerbitan Surat Keterangan (SK) Hak atas tanah.

SK Hak ini untuk menjadi sertifikat tanah resmi perlu melakukan dua tahap akhir di bagian Sub Seksi Pendaftaran dan Informasi (PHI), yaitu; pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah, Pendaftaran Sertifikat. (Baca juga: Tips Membeli Rumah Bekas dan Baru)

Pembayaran BPHTB

BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah wajib dibayar oleh pemohon sesuai peraturan yang berlaku. Besarnya BPHTP dihitung dari luas tanah yang tercatat di Surat Ukur. (Baca juga: Perbedaan PPJB, PJB, dan AJB SHM)

Pendaftaran SK Hak untuk Sertifikat

Proses terakhir dari pensertifikatan tanah adalah pendaftaran SK Hak beserta bukti pembayaran BPHTB untuk menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).

Proses mengurus sertifikat tanah seperti ini cukup memakan waktu lama. Bisa sekitar enam bulan sampai satu tahun. Ada banyak faktor yang menentukan, termasuk kelengkapan persyaratan-persyaratan yang diminta.

Sedangkan biaya-biaya yang timbul selama proses mengurus surat-surat kelengkapannya bisa bervariasi jumlahnya ditanggung oleh pihak pembeli dan penjual atau tergantung kesepakatan. Biaya tersebut tergantung pada lokasi dan luas tanah yang dimiliki. Semakin luas dan strategis letaknya, maka biaya mengurus tanah ini semakin mahal

 

Demikian tatacara jual beli tanah yang belum bersertifikat. Semoga bermanfaat.





https:///amp/s/rumahlia.com/tips-trik/jual-beli/tata-cara-jual-beli-tanah-yang-belum-bersertifikat/amp

CARA DAN SYARAT MENGURUS PERCERAIAN AGAMA KRISTEN

Cara dan syarat mengurus perceraian agama kristen protestan pada intinya sama saja dengan agama lain selain islam seperti katolik, hindu, buddha dan khonghucu karena dalam aturannya pengajuan perceraian bagi non muslim di Indonesia semuanya diajukan ke pengadilan negeri, sedangkan untuk pembuatan akte cerainya diurus di catatan sipil.

Oleh karena itu, bagi agan sista yang beragama kristen protestan atau agama lain selain islam dan ingin mengajukan gugatan cerai, maka langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

Datangi kantor pengadilan negeri domisili tergugat atau silahkan hubungi kuasa hukum / pengacara perceraian pilihan agan sista dengan membawa persyaratan-persyaratan dokumen sebagai berikut :KTPKutipan Akta Perkawinan (Akte nikah)Akta Kelahiran Anak (Jika ada anak)Kartu KeluargaSurat Gugatan CeraiJika belum bisa membuat surat gugatan cerai, silahkan minta bantu dibuatkan di Pengadilan. Jika dikuasakan ke Pengacara, surat gugatan cerai pasti dibuatkan oleh Pengacara, yang penting agan sista utarakan dengan jujur permasalahan rumahtangga agan sista ke pihak Pengacara.Silahkan daftarkan perkara perceraian agan sista dan jangan lupa untuk membayar biaya perkara. Jika agan sista menguasakan ke pengacara, biarkan saja pengacara dan timnya yang urus.Tunggu surat panggilan sidang dari pengadilan. Jika sudah ada panggilan, silahkan datang pada jadwal sidang yang ditentukan.Ikuti semua persidangan dari sidang pertama sampai sidang terakhir. Jumlah atau banyaknya sidang tidak bisa ditentukan. Yang penting, setiap ada jadwal sidang, hadir saja. Jika dikuasakan ke pengacara, komunikasikan saja ke pengacara apakah agan sista perlu hadir sidang atau tidak dan kalau perlu hadir sidang, tanyakan saja di sidang yang keberapa.Jika perkara perceraian sudah diputuskan oleh pengadilan dan sudah berkekuatan hukum tetap, silahkan daftarkan ke catatan sipil untuk dibuatkan akta cerainya dengan membawa salinan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, kutipan akta perkawinan, ktp dan kartu keluarga suami istri. Bagi warga asing, silahkan sertakan paspor dan dokumen imigrasi.Jangan lupa untuk membayar biaya retribusi di catatan sipil.Setelah itu, tinggal tunggu saja akta cerainya selesai. Biasanya dalam waktu kira-kira satu minggu, akta cerai sudah selesai dibuat dan bisa diambil.

Demikianlah cara dan syarat mengurus perceraian agama kristen dan non muslim lainnya yang dapat kang asep sampaikan. Intinya, bagi yang beragama kristen protestan, katolik, hindu, buddha atau khonghucu, perceraian harus diajukan ke pengadilan negeri yang sesuai dengan domisili tergugat. Setelah proses perceraian di pengadilan selesai (putusannya berkekuatan hukum tetap), silahkan ajukan pembuatan akta cerainya ke catatan sipil dengan membawa syarat-syarat yang sudah dijelaskan.





https://www.aseparif.id/cara-dan-syarat-mengurus-perceraian-agama-kristen/

Contoh Surat Gugatan Perceraian Di Pengadilan Negeri

Contoh Surat Gugatan Perceraian Di Pengadilan Negeri ~ Berikut adalah contoh konsep surat gugatan yang mungkin sangat anda butuhkan, baik nantinya perkara gugatan perceraian tersebut diajukan memakai jasa Advokat/Pengacara perceraian, atau mengajukan sendiri (inperson), ataupun untuk keperluan pendidikan dan tugas bagi mahasiswa dan atau calon-calon Advokat, praktisi hukum. Contoh surat gugatan perceraian yang kami buat ini adalah diajukan oleh isteri (Penggugat) yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan memiliki 2 (dua) orang anak yang masih dibawah umur hasil dari perkawinan.


Surat gugatan perceraian ini sengaja kami buat dengan memakai nama kami sebagai Advokatnya, uraiannya sebagai berikut:

Medan,  09 Bulan 20xx.-

Hal   : Gugatan Perceraian

Kepada yang terhormat:Ketua Pengadilan Negeri/Niaga Medandi.-
Medan.-

  Dengan hormat,

-----Yang bertanda tangan dibawah ini:

N. HASUDUNGAN SILAEN, SH

Advokat., pada Kantor ADVOKAT SILAEN & ASSOCIATES.,beralamat di Jalan Madio Utomo No. xx Medan - SumateraUtara., NIA.: 98.10796., Hp.: 081397303456., berdasarkanSurat Kuasa Khusus tertanggal xx Bulan 20xx (terlampir)., bertindak untuk dan atas nama serta untuk mewakili kepentingan hukum:

BUTET TRALILI, Perempuan, 42 Tahun, Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, Agama Kristen, beralamat dan bertempat tinggal di Jalan xxxx Lk. xx, Kelurahan xxxxx, Kecamatan Medan xxxxx, Kota Medan, NIK.: 1271xxxxxxxxxxxx.,selanjutnya disebut sebagai....Penggugat ;

-----Dengan ini membuat, menandatangani serta mengajukan gugatan perceraian terhadap :

UCOK PRATAMA, Laki-laki, 44 Tahun, Pekerjaan Wiraswasta, Agama Kristen, beralamat dan bertempat tinggal di Jalan xxxx Lk. xx, Kelurahan xxxxx, Kecamatan Medan xxxxx, Kota Medan, NIK.: 1271xxxxxxxxxxxx.,selanjutnya disebut sebagai....Tergugat ;

Adapun dalil-dalil gugatan Penggugat adalah sebagai berikut :

Bahwa pada tanggal xx Agustus 19xx antara Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan bertempat di Gereja HKBP xxxxx Ressort xxxxx, Kota Medan ;

Bahwa selanjutnya perkawinan Penggugat dan Tergugat tersebut telah pula didaftarkan dan dicatatkan pada Kantor Dinas Kependudukan Kota Medan sesuai dengan Kutipan Akta Perkawinan No. xxx/IST/19xx tanggal xx Agustus 19xx ;

Bahwa setelah Penggugat dan Tergugat melangsungkan perkawinan dan menerima pemberkatan perkawinan di Gereja HKBP xxxxx Ressort xxxxx, Kota Medan., serta perkawinan Penggugat dan Tergugat juga telah dilaksanakan secara Hukum Adat Batak bertempat diWisma xxxxx, Jalan xxxxx No. xxx, Kota Medan ;

Bahwa dengan demikian, perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat tersebut adalah sah secara hukum sebagaimana dikehendaki Pasal 2 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ;

Bahwa Penggugat adalah bekerja sebagai Pengawai Negeri Sipil (PNS) dan telah terlebih dahulu mengajukan permohonan izin untuk melakukan gugatan perceraian pada tanggal 07 Januari 20xx, yang mana surat permohonan Penggugat telah ditindaklanjuti oleh atasan Penggugat sesuai dengan Surat (Nama Instansi Tempat Bekerja) Nomor.: xxx.x/xx.xx/xxxx/I/20xx tertanggal 19 Bulan 20xx, oleh karenanya permohonan gugatan perceraian yang diajukan Penggugat ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) PP No. 10 Tahun 1983 jo PP No. 45 Tahun 1990 sehingga patut untuk diterima dan dikabulkan ;

Bahwa dari hasil perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat telah dikaruniai 2 (dua) orang anak, yaitu:

HABONARAN LAWYER, Laki-laki, lahir pada tanggal 19 Februari 19xx sesuai dengan kutipan Akta Kelahiran No. xxxx/19xx tanggal 9 April 19xx;RODO HASINTONGAN, Laki-laki, lahir pada tanggal 08 Maret 19xx sesuai dengan kutipan Akta Kelahiran No. xx.xxxx/T/Mdn/19xx tanggal15 Mei 19xx ;

Bahwa setelah melangsungkan perkawinan, Penggugat dan Tergugat kemudian bertempat tinggal di rumah orang tua Tergugat di Jalan xxxx Lk. xx, Kelurahan xxxxx, Kecamatan Medan xxxxx, Kota Medan, selama kurang lebih 9(sembilan) bulan. Kemudian pindah ke Jalan xxxx Lk. xx, Kelurahan xxxxx, Kecamatan Medan xxxxx, Kota Medan, dan setelah itu pindah lagi ke xxxx Lk. xx, Kelurahan xxxxx, Kecamatan Medan xxxxx, Kota Medan ;

Bahwa pada awalnya, rumah tangga Penggugat dan Tergugat berlangsung dengan baik dan harmonis, namun8 (delapan) bulan setelah perkawinan, Tergugat mulai berubah dan lebih mementingkan dirinya sendiri, sehingga mulai sering terjadi pertengkaran. Tidak hanya pertengkaran saja yang terjadi, Tergugat juga pergi meninggalkan rumah berminggu-minggu lamanya, tanpa ada kabar sebanyak 3x (tiga kali), yaitu di Tahun 20xx, Tahun 20xx, dan terakhir adalah di Tahun 20xx, dimana Tergugat pergi entah kemana meninggalkan rumah selama 5 (lima) bulanan tanpa ada kabar sampaidiajukannya gugatan perceraian ini ke Pengadilan Negeri Medan ;

Bahwa pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat terus terjadi, dimana pada tahun 20xx ketika Penggugat dan Tergugat bertempat tinggal di Jalan xxxx Lk. xx, Kelurahanxxxxx, Kecamatan Medan xxxxx, Kota Medan, Tergugat pernah mengacam Penggugat menggunakan pisau, yang mana pisau tersebut nyaris mengenai dan melukai leher Penggugat, hal ini juga dilihat oleh salah seorang anak Penggugat dan Tergugat yang bernama RODO HASINTONGAN ;

Bahwa tidak hanya pengancaman menggunakan senjata tajam (sajam) saja yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat, namun Tergugat juga mulai “ringan tangan” melakukan pemukulan terhadap Penggugat, hingga wajah Penggugat memar atau lembam akibat dipukuli oleh Tergugat. Kejadian pemukulan ini terjadi sekitar tahun 20xx ;

Bahwa Penggugat telah berulang kali menegur Tergugat, agar mau merubah perilaku dan perbuatannya, namun Tergugat tidak menggubrisnya dan malahan marah-marah. Kondisi ini terus berlangsung, sehingga membuat komunikasi antara Penggugat dan Tergugat selaku suami isteri tidak harmonis lagi, yang mana sekitar bulanNovember 20xx antara Penggugat dan Tergugat sudah pisah ranjang hingga saat ini (telah lebih dari 2 tahun) ;

Bahwa sejak mulai terjadinya percekcokan dalam rumah tangga, hingga setelah Penggugat tidak hidup bersama lagi dengan Tergugat, keluarga besar Penggugat telahberusaha beberapa kali menghubungi keluarga besar Tergugat dengan maksud untuk merukunkan kembali rumah tangga Penggugat dengan Tergugat, namun tetaptidak membuahkan hasil ;

Bahwa berdasarkan uraian-uraian diatas, jelas bahwasanya antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada lagi saling sayang menyayangi, cinta mencintai, dankerukunan, sehingga apa yang menjadi tujuan dan sendi-sendi dasar sebuah perkawinan sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu yang bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal tidak dapat tercapai atau terwujud ;

Bahwa bertitik tolak dari uraian-uraian sebagaimana Penggugat kemukakan diatas, secara nyata-nyata antara Penggugat dan Tergugat selaku suami isteri telah terjadi perselisihan, pertengkaran secara terus menerus,Penggugat mengalami kekerasan fisik yang dilakukan Tergugat dan Penggugat dengan Tergugat sudah pisah ranjang, maka rumah tangga Penggugat dan Tergugat tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali ;

Bahwa oleh karena, rumah tangga Penggugat dan Tergugat sering terjadi percekcokan atau pertengkaran dan antara Penggugat dengan Tergugat tidak dapat hidup rukun lagi selaku suami isteri, maka telah cukup dasar dan alasan hukum untuk menyatakan perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya ;

Bahwa disamping adanya percekcokan terus menerusakibat kekurang harmonisan rumah tangga Penggugat dan Tergugat sebagaimana dikemukakan di atas, Tergugat selaku Kepala Keluarga juga tidak melaksanakan tanggung jawabnya, yaitu kewajiban memberikan nafkahlahir dan batin kepada Penggugat dan juga anak-anak ;

Bahwa anak dari hasil perkawinan Penggugat dengan Tergugat masih dibawah umur dan masih memerlukan perawatan, bimbingan dan kasih sayang seorang ibu. Disamping itu, selama ini Tergugat selaku ayahnya tidak perduli akan pendidikan formil dan non formil si anak, oleh karenanya patut dan beralasan menurut hukum apabila anak tersebut ditempatkan dibawah pengasuhan Penggugat. Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 27/K/Pdt/1993 tanggal 30 Agustus 1983 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa: “anak-anak yang masih kecil berada dibawah asuhan ibunya” ;

Bahwa anak Penggugat dan Tergugat tersebut membutuhkan banyak biaya untuk kelangsungan hidup dan pendidikannya, maka adalah kewajiban Tergugat selaku ayahnya untuk memberikan nafkah dan biaya lainnya sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) secara tunai dan sekaligus setiap bulannya kepada Penggugat terhitung sejak diajukannya gugatan ini, dimana rinciannya adalah untuk biaya SPP sekolah, uang makan, uang jajan, uang untuk pemeliharaan kesehatan, keperluan sekolah. Pembayaran dilakukan Tergugat setiap tanggal 5 tiap bulannya sampai anak tersebut dewasa ;

Bahwa demikian pula dengan biaya nafkah terhadap Terhadap Penggugat adalah juga merupakan tanggung jawab Tergugat, sehingga patut dan beralasan hukum apabila Tergugat juga dihukum untuk memberikan biaya nafkah sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) secara tunai dan sekaligus setiap bulannya kepada Penggugat, dimana rinciannya adalah untuk biaya makan dan pemeliharaan kesehatan. Pembayaran dilakukan Tergugat setiap tanggal 5 tiap bulannya ;

Bahwa oleh karena perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat telah dicatatkan di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan, maka kepada Bapak Ketua Pengadilan Pengadilan Negeri/Niaga Medan untuk memerintahkan Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Medan untuk mengirimkan putusan ini ke Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan agar dicatatkan dalam buku register perceraian ;

Bahwa selanjutnya, patut apabila Tergugat dihukum untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini ;

-----Berdasarkan uraian-uraian yuridis tersebut di atas, mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri/Niaga Medan untuk memanggil para pihak yang berperkara agar hadir pada persidangan yang telah ditentukan untuk itu guna pemeriksaan perkara ini, seraya berkenan mengambil putusan hukum yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;

Menyatakan dalam hukum bahwa perkawinan Penggugat dan Tergugat yang telah dilangsungkan tanggal xx Agustus 19xx di Gereja HKBP xxxxx Ressort xxxxx, Kota Medan dan telah dicatatkan pada Kantor Dinas Kependudukan Kota Medan sesuai dengan Kutipan Akta Perkawinan No. xxx/IST/19xx tanggal xx Agustus 19xx adalah putus karena perceraian dengan segala akibat hukumnya ;

Menetapkan Penggugat sebagai wali asuh anak masih dibawah umur dari hasil perkawinan, yaitu bernama:

HABONARAN LAWYER, Laki-laki, lahir pada tanggal 19 Februari 19xx sesuai dengan kutipan Akta Kelahiran No. xxxx/19xx tanggal 9 April 19xx;RODO HASINTONGAN, Laki-laki, lahir pada tanggal 08 Maret 19xx sesuai dengan kutipan Akta Kelahiran No. xx.xxxx/T/Mdn/19xx tanggal15 Mei 19xx ;

Menghukum Tergugat untuk membayar uang nafkah, biaya hidup dan perawatan anak, pendidikan anak sebesar Rp. 7.000.000 (tujuh juta rupiah)kepada Penggugat setiap bulannya, yang pembayaran dilakukan Tergugat setiap tanggal 5 tiap bulannya ;

Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri/Niaga Medan untuk mengirimkan salinan sah putusan ini ke Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan guna dicatat dalam Buku Register Perceraian yang sedang berjalan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap ;

Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini ;

ATAU :

Apabila Pengadilan berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) ;

-----Atas perhatian dan pengabulannya, dihaturkan terima kasih. ;

Hormat Penggugat,

Kuasanya,


N. HASUDUNGAN SILAEN, SH

Catatan: Peristiwa dan nama-nama diatas adalah semu, kecuali nama advokat, serta gugatan perceraian ini bersifat kondisional. Semoga contoh surat gugatan perceraian yang diajukan ke Pengadilan Negeri oleh seorang isteri (bertindak sebagai Penggugat) yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini bermanfaat bagi siapa saja. Sekian dan terima kasih.





advokat-silaen-associates.blogspot.com/2016/01/contoh-surat-gugatan-perceraian-di.html?m=1

Selasa, 08 Januari 2019

Praperadilan


A. Pra peradilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus:

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan;

2. Sah atau tidaknya penghentian penyi¬dikan atau penghentian penuntutan;

3. Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. (Pasal 1 butir 10 jo Pasal 77 KUHAP);

4. Sah atau tidaknya penyitaan barang bukti (Pasal 82 ayat 1 huruf b KUHAP).

B. Yang dapat mengajukan Pra peradilan adalah:

1. Tersangka, yaitu apakah tindakan penahanan terhadap dirinya bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP, ataukah penahanan yang dikenakan sudah melawati batas waktu yang ditentukan Pasal 24 KUHAP;

2. Penyidik untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penuntutan;

3. Penuntut Umum atau pihak ketiga yang berkepentingan untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan misalnya saksi korban.

C. Tuntutan ganti rugi, rehabilitasi yang diajukan oleh tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya, harus didasarkan atas:

1. Penangkapan atau penahanan yang tidak sah;

2. Penggeledahan atau penyitaan yang pertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang;

3. Kekeliruan mengenai orang yang ditangkap, ditahan atau diperiksa.

 
PROSES PEMERIKSAAN PRA PERADILAN

1. Pra peradilan dipimpin oleh Hakim Tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang Panitera (Pasal 78 ayat (2) KUHAP).

2. Pada penetapan hari sidang, sekaligus memuat pemanggilan pihak pemohon dan termohon pra peradilan.

3. Dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung permohonan pra peradilan diperiksa, permohonan tersebut harus diputus.

4. Pemohon dapat mencabut permohonannya sebelum Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan apabila disetujui oleh termohon. Kalau termohon menyetujui usul pencabutan permohonan tersebut, Pengadilan Negeri membuat penetapan tentang pencabutan tersebut.

5. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan sedangkan pemeriksaan pra peradilan belum selesai maka permohonan tersebut gugur. Hal tersebut dituangkan dalam bentuk penetapan.

UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PRAPERADILAN

1. Putusan pra peradilan tidak dapat dimin¬takan banding (Pasal 83 ayat (1), kecuali terhadap putusan yang menyatakan tidak sahnya penghentian penyidikan dan penuntutan (Pasal 83 ayat (2) KUHAP).

2. Dalam hal ada permohonan banding terhadap putusan pra peradilan sebagai¬mana dimaksud Pasal 83 ayat (1) KUHAP, maka permohonan tersebut harus dinyatakan tidak diterima.

3. Pengadilan Tinggi memutus permintaan banding tentang tidak sahnya penghen¬tian penyidikan dan penuntutan dalam tingkat akhir.

4. Terhadap Putusan pra peradilan tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi.



Sumber: Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm. 54-56.

Senin, 07 Januari 2019

Apakah Tindakan Polisi Merazia Hotel Tidak Melanggar Hak Privasi?


Kategori:Hukum Pidana

Bagaimana dengan sejumlah aparat yang melakukan razia pada malam hari di sebuah hotel atas dalih tertentu. Apakah ini bukan pelanggaran hak asasi, karena nyata-nyata telah membuat gusar dan mengganggu orang beristirahat? Bahkan terkadang membawa pasangan kekasih ke kantor polisi. Apakah bisa dibenarkan? Apakah tindakan mengganggu hak privasi ini juga bisa dituntut? Apa dasar hukumnya? Mohon penjelasan. Terima kasih.

Jawaban:

Amrie Hakim, S.H.

Karena Anda menyebut soal kantor polisi, maka kami asumsikan aparat yang Anda maksud adalah anggota kepolisian. Menurut hemat kami, pertanyaan Anda berkaitan dengan kewenangan penyidik polri. Kewenangan penyidik Polri diatur dalam Pasal 7 ayat (1)UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana(“KUHAP”) yaitu:

a.    menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

b.    melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c.    menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d.    melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e.    melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f.     mengambil sidik jari dan memotret seorang;

g.    memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

h.    mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

i.      mengadakan penghentian penyidikan;

j.     mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

 

Mengenai tindakan-tindakan penyidik polri sebagaimana Anda sebutkan di atas antara lain melakukan razia ke hotel dan membawa “pasangan kekasih” ke kantor polisi, menurut hemat kami, tindakan-tindakan tersebut berkaitan dengan kewenangan penyidik sesuai KUHAP, khususnya melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan (Pasal 7 ayat [1] huruf d).

 

Mengenai penggeledahan di dalam KUHAP diatur antara lain bahwa untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini (Pasal 32).

 

Prosedur atau tata cara penggeladahan oleh penyidik lebih jauh diatur dalam Pasal 33 dan Pasal 34 KUHAPyaitu:

Pasal 33 KUHAP

(1) Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan yang diperlukan;

(2) Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah;

(3) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya;

(4) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir;

(5) Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau -menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.

 

Pasal 34 KUHAP

(1)    Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan:

a.    pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada di atasnya;

b.    pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada;

c.    di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya;

d.    di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.

(2)    Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.


 

Hotel atau tempat hiburan lainnya tidak dikecualikan dari tempat atau rumah yang dapat dimasuki penyidik polri dalam rangka penggeledahan. Berkaitan dengan ini, Pasal 35 KUHAP mengatur bahwa:

Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki:

a.    ruang di mana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

b.    tempat di mana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan;

c.    ruang di mana sedang berlangsung sidang pengadilan.


 

Kemudian, dalam hal penangkapan, penyelidik ataupun penyidik juga berwenang melakukan penangkapan berdasarkan surat perintah (Pasal 16 KUHAP). Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHAP). Yang dimaksud dengan "bukti permulaan yang cukup" ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana (penjelasan Pasal 17). Jadi, perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.

 

Petugas kepolisian yang melakukan penangkapan wajib memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa (Pasal 18 ayat [1] KUHAP).

 

Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat (Pasal 18 ayat [2] KUHAP).

 

Jadi, berdasarkan uraian di atas, polisi mempunyai kewenangan untuk melakukan penggeledahan di hotel tersebut dengan memenuhi prosedur sebagaimana diatur dalam KUHAP. Boleh jadi polisi melakukan penggeledahan di hotel yang Anda sebut berdasarkan laporan atau pengaduan tentang adanya tindak pidana di tempat tersebut. Polisi juga dengan berbekal surat perintah berwenang melakukan penangkapan kepada orang yang diduga keras melakukan tindak pidana, atau melakukan penangkapan tanpa surat perintah dalam hal pelaku tertangkap tangan.

 

Namun, apabila polisi melakukan penangkapan tidak sesuai prosedur KUHAP, maka pihak tersangka, keluarga atau kuasanya berhak mengajukan upaya hukum praperadilan. Praperadilan diajukan kepada ketua pengadilan negeri sebagaimana diatur di dalam Pasal 79jo Pasal 77 KUHAP. Dalam praperadilan juga dapat diajukan tuntutan ganti kerugian akibat tindakan polisi yang dianggap dan dapat dibuktikan telah sewenang-wenang dan melanggar hukum (Pasal 81 KUHAP).

 

Di samping itu, pihak keluarga atau kuasanya juga dapat mengajukan upaya hukum berupa pelaporan kepada Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Divpropam Polri) atas tindakan polisi tersebut untuk dapat diproses secara etik.

 

Demikian yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.

 

Dasar hukum:

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.






https://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt5041cd6b65816/apakah-tindakan-polisi-merazia-hotel-tidak-melanggar-hak-privasi/

Selasa, 01 Januari 2019

PERINCIAN PEMBAGIAN HARTA WARIS

Oleh
Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron

KERABAT LAKI-LAKI YANG BERHAK MENERIMA PUSAKA ADA 15 ORANG

1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. Bapak
4. Kakek / ayahnya ayah
5. Saudara laki-laki sekandung
6. Saudara laki-laki sebapak
7. Saudara laki-laki seibu
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
10. Suami
11. Paman sekandung
12. Paman sebapak
13. Anak dari paman laki-laki sekandung 14. Anak dari paman laki-laki sebapak
15. Laki-laki yang memerdekakan budak

Selain yang disebut di atas termasuk “dzawil arham”, seperti paman dari pihak ibu, anak laki-laki saudara seibu dan paman seibu, dan anak laki-laki paman seibu dan semisalnya tidak mendapat harta waris. Lihat Muhtashar Fiqhul Islami, hal. 775-776

ADAPUN AHLI WARIS PEREMPUAN SECARA TERINCI ADA 11 ORANG

1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Ibu
4. Nenek/ibunya ibu
5. Nenek/ibunya bapak
6. Nenek/ibunya kakek
7. Saudari sekandung
8. Saudari sebapak
9. Saudari seibu
10. Isteri
11. Wanita yang memerdekakan budak

Semua keluarga wanita selain ahli waris sebelas ini, seperti bibi dan seterusnya dinamakan “dzawil arham”, tidak mendapat harta waris. Lihat Muhtashar Fiqhul Islam, hal. 776
Catatan.

1. Bila ahli waris laki-laki yang berjumlah lima belas di atas masih hidup semua, maka yang berhak mendapatkan harta waris hanya tiga saja, yaitu : Bapak, anak dan suami. Sedangkan yang lainnya mahjub (terhalang) oleh tiga ini.
2. Bila ahli waris perempuan yang berjumlah sebelas di atas masih hidup semua, maka yang berhak mendapatkan harta waris hanya lima saja, yaitu : Anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, isteri, saudari sekandung
3. Jika semua ahli waris laki-laki dan perempuan masih hidup semuanya, maka yang berhak mendapatkan harta waris lima saja, yaitu : Bapak, anak, suami, atau isteri, anak perempuan, dan ibu.

PERINCIAN BAGIAN SETIAP AHLI WARIS DAN PERSYARATANNYA.

Bagian Anak Laki-Laki

1. Mendapat ashabah (semua harta waris), bila dia sendirian, tidak ada ahli waris yang lain.
2. Mendapat ashabah dan dibagi sama, bila jumlah mereka dua dan seterusnya, dan tidak ada ahli waris lain.
3. Mendapat ashabah atau sisa, bila ada ahli waris lainnya.
4. Jika anak-anak si mayit terdiri dari laki-laki dan perempuan maka anak laki mendapat dua bagian, dan anak perempuan satu bagian.
Misalnya, si mati meninggalkan 5 anak perempuan dan 2 anak laki-laki, maka harta waris dibagi 9. Setiap anak perempuan mendapat 1 bagian, dan anak laki-laki mendapat 2 bagian.

Bagian Ayah

1. Mendapat 1/6, bila si mayit memiliki anak laki atau cucu laki. Misalnya si mati meninggalkan anak laki dan bapak, maka harta dibagi menjadi 6, Ayah mendapat 1/6 dari 6 yaitu 1, sisanya untuk anak.
2. Mendapat ashabah, bila tidak ada anak laki atau cucu laki. Misalnya si mati meninggalkan ayah dan suami, maka suami mendapat ½ dari peninggalan isterinya, bapak ashabah (sisa).
3. Mendapat 1/6 plus ashabah, bila hanya ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
Misalnya si mati meninggalkan ayah dan satu anak perempuan. Maka satu anak perempuan mendapat ½, ayah mendapat 1/6 plus ashabah. Mengenai seorang anak wanita mendapat ½, lihat keterangan berikutnya. Semua saudara sekandung atau sebapak atau seibu gugur, karena ada ayah dan datuk.

Bagian Kakek

1. Mendapat 1/6, bila ada anak laki-laki atau cucu laki-laki, dan tidak ada bapak. Misalnya si mati meninggalkan anak laki-laki dan kakek. Maka kakek mendapat 1/6, sisanya untuk anak laki-laki.
2. Mendapat ashabah, bila tidak ada ahli waris selain dia
3. Mendapat ashabah setelah diambil ahli waris lain, bila tidak ada anak laki, cucu laki dan bapak, dan tidak ada ahli waris wanita.
Misalnya si mati meninggalkan datuk dan suami. Maka suami mendapatkan ½, lebihnya untuk datuk. Harta dibagi menjadi 2, suami =1, datuk = 1
4. Kakek mendapat 1/6 dan ashabah, bila ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Misalnya si mati meninggalkan kakek dan seorang anak perempuan. Maka anak perempuan mendapat ½, kakek mendapat 1/6 ditambah ashabah (sisa).

Dari keterangan di atas, bagian kakek sama seperti bagian ayah, kecuali bila selain kakek ada isteri atau suami dan ibu, maka ibu mendapat 1/3 dari harta waris, bukan sepertiga dari sisa setelah suami atau isteri mengambil bagianya. Adapun masalah pembagian kakek, bila ada saudara dan lainnya, banyak pembahasannya. Silahkan membaca kitab Mualimul Faraidh, hal. 44-49 dan Tashil Fara’idh, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 28 dan kitab lainnya.

Bagian Suami

1. Mendapat ½, bila isteri tidak meninggalkan anak atau cucu dari anak laki.
2. Mendapat ¼, bila isteri meninggalkan anak atau cucu. Misalnya, isteri mati meninggalkan 1 laki-laki, 1 perempuan dan suami. Maka suami mendapat ¼ dari harta, sisanya untuk 2 orang anak, yaitu bagian laki-laki 2 kali bagian anak perempuan

Bagian Anak Perempuan

1. Mendapat ½, bila dia seorang diri dan tidak ada anak laki-laki
2. Mendapat 2/3, bila jumlahnya dua atau lebih dan tidak ada anak laki-laki
3. Mendapat sisa, bila bersama anak laki-laki. Putri 1 bagian dan, putra 2 bagian.

Bagian Cucu Perempuan Dari Anak Laki-Laki

1. Mendapat ½, bila dia sendirian, tidak ada saudaranya, tidak ada anak laki-laki atau anak perempuan.
2. Mendapat 2/3, jika jumlahnya dua atau lebih, bila tidak ada cucu laki-laki, tidak ada anak laki-laki atau anak perempaun. 3. Mendapat 1/6, bila ada satu anak perempuan, tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki
4. Mendapat ashabah bersama cucu laki-laki, jika tidak ada anak laki. Cucu laki-laki mendapat 2, wanita 1 bagian. Misalnya si mati meninggalkan 3 cucu laki-laki dan 4 cucu perempuan. Maka harta dibagi menjadi 10 bagian. Cucu laki-laki masing-masing mendapat 2 bagian, dan setiap cucu perempuan mendapat 1 bagian.

Bagian Isteri

1. Mendapat ¼, bila tidak ada anak atau cucu
2. Mendapat 1/8, bila ada anak atau cucu 3. Bagian ¼ atau 1/8 dibagi rata, bila isteri lebih dari satu

Bagian Ibu

1. Mendapat 1/6, bila ada anak dan cucu 2. Mendapat 1/6, bila ada saudara atau saudari
3. Mendapat 1/3, bila hanya dia dan bapak
4. Mendapat 1/3 dari sisa setelah suami mengambil bagiannya, jika bersama ibu dan ahli waris lain yaitu bapak dan suami. Maka suami mendapat ½, ibu mendapat 1/3 dari sisa, bapak mendapatkan ashabah (sisa)
5. Mendapat 1/3 setelah diambil bagian isteri, jika bersama ibu ada ahli waris lain yaitu bapak dan isteri. Maka isteri mendapat ¼, ibu mendapat 1/3 dari sisa, bapak mendapatkan ashabah (sisa). Sengaja no. 4 dan 5 dibedakan, yaitu 1/3 dari sisa setelah dibagikan kepada suami atau isteri, bukan 1/3 dari harta semua, agar wanita tidak mendapatkan lebih tinggi daripada laki-laki.

Lihat Muhtashar Fiqhul Islami, hal. 778-779 dan Al-Mualimul Fara’idh, hal. 35

Bagian Nenek

Nenek yang mendapat warisan ialah ibunya ibu, ibunya bapak, ibunya kakek.
1. Tidak mendapat warisan, bila si mati meninggalkan ibu, sebagaimana kakek tidak mendapatkan warisan bila ada ayah.
2. Mendapat 1/6, seorang diri atau lebih, bila tidak ada ibu.
Lihat Muhtashar Fiqhul Islami, hal. 780

Bagian Saudari Sekandung

1. Mendapat ½, jika sendirian,tidak ada saudara sekandung, bapak, kakek, anak. 2. Mendapat 2/3, jika jumlahnya dua atau lebih, tidak ada saudara sekandung, anak, bapak, kakek.
3. Mendapat bagian ashabah, bila bersama saudaranya, bila tidak ada anak laki-laki, bapak. Yang laki mendapat dua bagian, perempuan satu bagian.

Bagian Saudari Sebapak

1. Mendapat ½, jika sendirian, tidak ada bapak, kakek, anak dan tidak ada saudara sebapak,saudara ataupun saudara sekandung
2. Mendapat 2/3, jika dua ke atas, tidak ada bapak, kakek, anak dan tidak ada saudara sebapak, saudara ataupun saudara sekandung.
3. Mendapat 1/6 baik sendirian atau banyak, bila ada satu saudari sekandung, tidak ada anak, cucu, bapak, kakek, tidak ada saudara sekandung dan sebapak.
4. Mendapat ashabah, bila ada saudara sebapak. Saudara sebapak mendapat dua bagian, dan dia satu bagian.

Bagian Saudara Seibu Saudara seibu atau saudari seibu sama bagiannya

1. Mendapat 1/6, jika sendirian, bila tidak ada anak cucu, bapak, kakek.
2. Mendapat 1/3, jika dua ke atas, baik laki-laki atau perempuan sama saja, bila tidak ada anak, cucu, bapak, kakek.

(Ditulis berdasarkan kitab Mualimul Fara’idh, Tashil Fara’idh (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin), Mukhtashar Fiqhul Islam, dan kitab-kitab lainnya) [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi khusus (7-8)/Tahun IX/1426/2005M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196] Read more https://almanhaj.or.id/2023-perincian-pembagian-harta-waris.html