Cari Blog Ini

Selasa, 05 Maret 2019

Penyidikan Bidang Perbankan


Shanti Rachmadsyah, S.H.

Hukum Pidana 
Bung Pokrol 

Pertanyaan

Bagaimanakah proses penyelesaian tindak pidana money laundry pada tahap penyidikan yang terkait dengan kerahasiaan bank?

Jawaban

Powered by: 

Money laundering, atau disebut juga laundering, menurut Black's Law Dictionary 7th Edition adalah:

“the federal crime of transferring illegally obtained money through legitimate persons or accounts so that its original source cannot be traced.”

Di Indonesia, money laundering ini disebut sebagai pencucian uang, dan diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU No. 8/2010”).

Pasal 72 ayat (1) UU No. 8/2010mengatur bahwa untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU), maka penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang meminta keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan dari:

a) orang yang telah dilaporkan oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) kepada penyidik;

b) tersangka; atau

c) terdakwa.

Pasal 72 ayat (2)UU No. 8/2010 selanjutnya menjelaskan bahwa dalam meminta keterangan di atas, bagi penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur rahasia bank dan kerahasiaan Transaksi Keuangan lainnya. Jadi, penyidik, penuntut umum atau hakim dalam perkara TPPU dapat meminta keterangan yang diperlukan, tanpa terhambat dengan ketentuan mengenai rahasia bank.

Demikian jawaban singkat dari kami, semoga berguna.

 

Dasar hukum:

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang





https://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl1144/penyidikan-bidang-perbankan

Proses Penyelidikan dan Penyidikan Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Wilayah R.I.

Oleh :

Shanti Rachmadsyah, S.H.

Hukum Pidana 
Bung Pokrol 

Pertanyaan

1. Apakah ada dasar hukumnya untuk menentukan kriteria seseorang sebagai tersangka suatu tindak pidana? 2. Apakah dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan laporan/tuduhan dari Pelapor bahwa seseorang sebagai pelaku tindak pidana, Polisi dapat menentukan bahwa orang tersebut adalah Tersangka tanpa melakukan pemeriksaan saksi-saksi terlebih dulu, kecuali menerima keterangan dari Pelapor semata (bukan dalam hal tertangkap tangan)? 3. Apakah yang dimaksud dengan BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP itu dapat diartikan sebagai laporan dari Pelapor saja? 4. Apakah hal ini tidak berarti semua orang dapat dituduh sebagai Tersangka perbuatan pidana, jika si Pelapor menghendakinya? Bagaimana apabila semua orang yang tidak menyukai seseorang kemudian melaporkan kepada Kepolisian bahwa orang tersebut telah melakukan suatu perbuatan tindak pidana?

Jawaban

Powered by: 


Jawaban untuk pertanyaan no. 1 dan 2:

Menurut pasal 1 angka 14 KUHAP, Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Jadi, seseorang dinyatakan menjadi tersangka apabila ada bukti permulaan bahwa ia patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Jawaban untuk pertanyaan no. 3 dan 4:

Dalam KUHAP sendiri tidak ada batasan mengenai apa yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup. Oleh karena itu, pengertian bukti permulaan yang cukup merujuk pada Keputusan Bersama Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, dan Kapolri No. 08/KMA/1984, No. M.02-KP.10.06 Tahun 1984, No. KEP-076/J.A/3/1984, No. Pol KEP/04/III/1984 tentang Peningkatan Koordinasi dalam Penanganan Perkara Pidana (Mahkejapol) dan pada Peraturan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana.

Merujuk pada kedua peraturan di atas, bukti permulaan yang cukup adalah minimal ada laporan polisi ditambah dengan satu alat bukti yang sah. Jadi, tidak cukup kalau hanya ada laporan dari pelapor. Harus ada minimal satu alat bukti yang sah menurut KUHAP.

 

Mengenai alat bukti yang sah dapat Anda baca di jawaban kami  di sini.

 

Mengenai bukti permulaan dapat Anda baca di artikel inidan artikel ini.

 

Dasar hukum:

1.      Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

2.      Keputusan Bersama Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Kejaksaan Agung, dan Kapolri No. 08/KMA/1984, No. M.02-KP.10.06 Tahun 1984, No. KEP-076/J.A/3/1984, No. Pol KEP/04/III/1984 tentang Peningkatan Koordinasi dalam Penanganan Perkara Pidana (Mahkejapol)

3.      Peraturan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana






https://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl1227/proses-penyelidikan-dan-penyidikan-berdasarkan-peraturan-perundang-undangan-yang-berlaku-di-wilayah-r.i.

Arti P-18, P-19, P-21, dan lain-lain

Oleh :

Shanti Rachmadsyah, S.H.

Hukum Pidana 

Pertanyaan

Apakah yang dimaksud dengan P18, P19, P21, dan lainnya dalam istilah pemberkasan hasil penyidikan polisi ke kejaksaan? Terima kasih.

Jawaban

Kode-kode tersebut didasarkan pada Keputusan Jaksa Agung RI No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung RI No. 132/JA/11/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana. Kode-kode tersebut adalah kode formulir yang digunakan dalam proses penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana.

Selengkapnya rincian dari kode-kode Formulir Perkara adalah:

P-1

Penerimaan Laporan (Tetap)

P-2

Surat Perintah Penyelidikan

P-3

Rencana Penyelidikan

P-4

Permintaan Keterangan

P-5

Laporan Hasil Penyelidikan

P-6

Laporan Terjadinya Tindak Pidana

P-7

Matrik Perkara Tindak Pidana

P-8

Surat Perintah Penyidikan

P-8A

Rencana Jadwal Kegiatan Penyidikan

P-9

Surat Panggilan Saksi / Tersangka

P-10

Bantuan Keterangan Ahli

P-11

Bantuan Pemanggilan Saksi / Ahli

P-12

Laporan Pengembangan Penyidikan

P-13

Usul Penghentian Penyidikan / Penuntutan

P-14

Surat Perintah Penghentian Penyidikan

P-15

Surat Perintah Penyerahan Berkas Perkara

P-16

Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana

P-16A

Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana

P-17

Permintaan Perkembangan Hasil Penyelidikan

P-18

Hasil Penyelidikan Belum Lengkap

P-19

Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi

P-20

Pemberitahuan bahwa Waktu Penyidikan Telah Habis

P-21

Pemberitahuan bahwa Hasil Penyidikan sudah Lengkap

P-21A

Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap

P-22

Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti

P-23

Surat Susulan Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti

P-24

Berita Acara Pendapat

P-25

Surat Perintah Melengkapi Berkas Perkara

P-26

Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan

P-27

Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian Penuntutan

P-28

Riwayat Perkara

P-29

Surat Dakwaan

P-30

Catatan Penuntut Umum

P-31

Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa (APB)

P-32

Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Singkat (APS) untuk Mengadili

P-33

Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara APB / APS

P-34

Tanda Terima Barang Bukti

P-35

Laporan Pelimpahan Perkara Pengamanan Persidangan

P-36

Permintaan Bantuan Pengawalan / Pengamanan Persidangan

P-37

Surat Panggilan Saksi Ahli / Terdakwa / Terpidana

P-38

Bantuan Panggilan Saksi / Tersngka / terdakwa

P-39

Laporan Hasil Persidangan

P-40

Perlawanan Jaksa Penuntut Umum terhadap Penetapan Ketua PN / Penetapan Hakim

P-41

Rencana Tuntutan Pidana

P-42

Surat Tuntutan

P-43

Laporan Tuntuan Pidana

P-44

Laporan Jaksa Penuntut Umum Segera setelah Putusan

P-45

Laporan Putusan Pengadilan

P-46

Memori Banding

P-47

Memori Kasasi

P-48

Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan

P-49

Surat Ketetapan Gugurnya / Hapusnya Wewenang Mengeksekusi

P-50

Usul Permohanan Kasasi Demi Kepentingan Hukum

P-51

Pemberitahuan Pemidanaan Bersyarat

P-52

Pemberitahuan Pelaksanaan Pelepasan Bersyarat

P-53

Kartu Perkara Tindak Pidana

 
Demikian yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.


https://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl5170/p-18,-p-19,-p-21,-dan-lain-lain

Adakah Aturan tentang Daluwarsa Penyelesaian Perkara di Kepolisian?


Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.

Hukum Pidana 

Pertanyaan

Apabila kita melaporkan sesuatu kepada Kepolisian, misalnya laporan tindakan penganiayaan, dan sudah beberapa hari laporan tersebut belum ditindak lanjuti, apakah ada aturan dalam KUHAP mengenai batas waktu untuk menindaklanjuti laporan tersebut? Dan apa upaya hukum yang bisa dilakukan apabila kepolisian tidak menindaklanjuti laporan tersebut. 

Jawaban

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran yang kedua kali olehTri Jata Ayu Pramesti, S.H. dari artikel dengan judul Batas Waktu Penyelesaian Perkara di Kepolisianyang dibuat oleh Flora Dianti, S.H., M.H. dari DPC AAI Jakarta Pusatdan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 05 Desember 2011 kemudian dimutakhirkan oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan dipublikasikan pada Rabu, 28 Februari 2018... 

Intisari :

Tidak ada aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai batas waktu Kepolisian untuk menindaklanjuti laporan. Namun dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidanadisebutkan bahwa waktu penyelesaian penyidikan berdasarkan bobot perkara. Tingkat kesulitan penyidikan perkara ditentukan berdasarkan kriteria:

perkara mudah;

perkara sedang;

perkara sulit; dan

perkara sangat sulit.

Dalam rancah hukum pidana, daluwarsa diatur untuk mengajukan pengaduan, penuntutan, menjalankan pidana dan upaya hukum lainnya, tetapi tidak diatur daluwarsa untuk menindaklanjuti laporan.

Dalam hal Kepolisian tidak menindaklanjuti laporan, atau jika ada ketidakpuasan atas hasil penyidikan, Anda dapat menyampaikan pengaduan masyarakat (“Dumas”). Dumas dapat disampaikan secara langsung atau tidak langsung berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

 

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak 

Powered by: 


Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Sumber diketahui adanya suatu Tindak Pidana bisa melalui: Laporan, Pengaduan, atau Tertangkap Tangan.

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan seorang karena hak/kewajiban berdasar undang-undang kepada pejabat berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi peristiwa pidana.[1] Berbeda dengan pengaduan, pemberitahuan laporan bersifat umum, meliputi seluruh jenis tindak pidana yang diberitahukan, sehingga laporan bisa dilakukan oleh semua orang yang mengalami, melihat dan mendengar suatu peristiwa pidana, dan tidak dapat dicabut kembali oleh si pelapor. Walaupun jika pada akhirnya terjadi perdamaian antara pelapor dan terlapor sebelum tahap persidangan, penegak hukum tetap bisa meneruskan pemeriksaan hingga persidangan.

Adapun pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan Tindak Pidana aduan yang merugikannya.[2] Pengaduan bersifat khusus, hanya bisa dilakukan oleh pihak tertentu yang berkepentingan, sehingga dapat dicabut sebelum sampai ke persidangan apabila terjadi perdamaian antara pengadu dan teradu. Jika terjadi pencabutan pengaduan, maka perkara tidak dapat diproses lagi.

Tertangkap Tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.[3]

Batas Waktu Kepolisian Menindaklanjuti Laporan Tindak Pidana

Seperti diketahui, Kepolisian di sini bertindak sebagai Penyidik.Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.[4]

Mengenai pertanyaan tentang apakah ada aturan dalam KUHAP mengenai batas waktu Kepolisian untuk menindaklanjuti laporan tersebut, maka jawabannya adalah tidak ada. Akan tetapi, dalamPeraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana(“Perkapolri 14/2012”)disebutkan bahwa waktu penyelesaian penyidikan berdasarkan bobot perkara.[5]

Tingkat kesulitan penyidikan perkara ditentukan berdasarkan kriteria:[6]

Perkara mudah, kriterianya:[7]

saksi cukup;

alat bukti cukup;

tersangka sudah diketahui atau ditangkap; dan

proses penanganan relatif cepat.

Perkara sedang, kriterianya:[8]

saksi cukup;terdapat barang bukti petunjuk yang mengarah keterlibatan tersangka;identitas dan keberadaan tersangka sudah diketahui dan mudah ditangkap;tersangka tidak merupakan bagian dari pelaku kejahatan terorganisir;tersangka tidak terganggu kondisi kesehatannya; dantidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli mudah didapatkan.

Perkara sulit, kriterianya:[9]

saksi tidak mengetahui secara langsung tentang tindak pidana yang terjadi;

tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu;

tersangka dilindungi kelompok tertentu atau bagian dari pelaku kejahatan terorganisir;

barang bukti yang berhubungan langsung dengan perkara sulit didapat;

diperlukan keterangan ahli yang dapat mendukung pengungkapan perkara;

diperlukan peralatan khusus dalam penanganan perkaranya;

tindak pidana yang dilakukan terjadi di beberapa tempat; dan

memerlukan waktu penyidikan yang cukup.

Perkara sangat sulit, kriterianya:[10]

belum ditemukan saksi yang berhubungan langsung dengan tindak pidana;

saksi belum diketahui keberadaannya;

saksi atau tersangka berada di luar negeri;

TKP di beberapa negara/lintas negara;

tersangka berada di luar negeri dan belum ada perjanjian ekstradisi;

barang bukti berada di luar negeri dan tidak bisa disita;

tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu; dan

memerlukan waktu penyidikan yang relatif panjang.

Penanganan perkara sesuai kriteria tersebut ditentukan sebagai berikut:[11]

tingkat Mabes Polri dan Polda menangani perkara sulit dan sangat sulit;tingkat Polres menangani perkara mudah, sedang dan sulit; dantingkat Polsek menangani perkara mudah dan sedang.

Jadi menjawab pertanyaan Anda, tidak ada aturan dalam KUHAP mengenai batas waktu (daluwarsa) Kepolisian untuk menindaklanjuti laporan. Akan tetapi, dalam Perkapolri 14/2012 disebutkan bahwa waktu penyelesaian penyidikan berdasarkan bobot perkara sebagaimana yang kami uraikan di atas.

Sebagai informasi, dalam rancah hukum pidana, daluwarsa diatur untuk mengajukan pengaduan, penuntutan, menjalankan pidana dan upaya hukum lainnya, tetapi tidak diatur daluwarsa untuk menindaklanjuti laporan. MenurutPasal 74 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), masa daluwarsa mengajukan pengaduan ke kepolisian adalah:

6 (enam) bulan setelah yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan itu, bila ia berada di Indonesia;

9 (sembilan) bulan setelah yang berhak mengadu mengetahui perbuatan itu dilakukan, bila ia berada di luar negeri.

Sedangkan kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa dalam hal:[12]

mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah 1 (satu) tahun;

mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun, sesudah 6 (enam) tahun;

mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 (tiga) tahun, sesudah 12 tahun;

mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah 18 tahun.

Upaya Jika Laporan Tidak Ditindaklanjuti

Menjawab pertanyaan Anda lainnya, dalam hal Kepolisian tidak menindaklanjuti laporan, atau jika ada ketidakpuasan atas hasil penyidikan, Anda dapat menyampaikan pengaduanmasyarakat.

Pengaduan masyarakat (“Dumas”)adalah bentuk penerapan dari pengawasan masyarakat yang disampaikan oleh masyarakat, Instansi Pemerintah atau pihak lain kepada Polri berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan atau keluhan/pengaduan yang bersifat membangun.[13]

Dumas dapat disampaikan secara langsung atau tidak langsung.[14]Dumas secara langsung,merupakan pengaduan yang disampaikan oleh pelapor secara langsung melalui:[15

bagian pelayanan Dumas;sentra pelayanan Dumas; atauunit pelayanan Dumas.

Dumas secara tidak langsung, merupakan pengaduan yang disampaikan oleh pelapor melalui:[16]

komunikasi elektronik dengan menggunakan aplikasi; dan/atau

surat-menyurat.

Dumas dapat disampaikan terkait dengan:[17]

pelayanan Polri;

penyimpangan perilaku Pegawai Negeri pada Polri; dan/atau

penyalahgunaan wewenang.

Penanganan Dumas ditangani oleh pihak-pihak yaitu:[18]

Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri, untuk lingkungan Polri;

Biro Pengawasan Penyidikan (Rowassidik) Bareskrim Polri, untuk lingkungan Bareskrim Polri;

Bagian Pelayanan Pengaduan (Bagyanduan) Divpropam Polri, untuk lingkungan Divpropam Polri;

Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda), untuk lingkungan Polda.;

Bagian Pengawasan Penyidikan, di lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Umum/Khusus/Narkoba (Bagwassidik) Polda, untuk lingkungan Ditreskrim Polda;

Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda, untuk lingkungan Bidpropam Polda; dan

Seksi Pengawasan (Siwas), untuk lingkungan Polres dan Polsek.

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam artikel Cara Menyampaikan Komplain atas Pelayanan Polisi,laman Layanan Pengaduan Masyarakat (Dumas) POLRI, yang bisa diadukan lewat layanan ini adalah:

Pelayanan yang buruk

Penyalahgunaan wewenang

Kekeliruan diskresi

Tindakan diskriminasi

Adanya korupsi

Adanya pelanggaran HAM

Di luar hal tersebut, mohon untuk dapat menghubungi Polsek, Polres atau Polda terdekat; atau hubungi call center 110.

Masih dari sumber yang sama, proses pengaduan pada Dumas dapat dilakukan dengan tahapan:

Mengisi form pengaduan dan identitas

Anda nantinya akan mendapatkan kode / nomor referensi pengaduan, dimana Anda dapat melacak sejauh mana proses pengaduan Anda.

Analisa permasalahan oleh tim khusus Propam Mabes Polri dan Itwasum Polri

Setiap pengaduan yang masuk akan dikaji apakah relevan dengan institusi Polri dan apakah relevan dengan ketentuan pengaduan.

Proses penyelidikan dan penyidikan

Dengan prosedur tetap dan terukur, pengaduan ditindaklanjuti.

Analisa kesimpulan dan pelaporan

Fakta-fakta hasil penyidikan disimpulkan dan dilaporkan kepada pimpinan dan Kompolnas.

Jawaban / tanggapan resmi kepada pengadu

Melalui email, hasil tanggapan pengaduan akan diberikan.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

 

Dasar hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana;

Peraturan Kepolisian Negara Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

[1] Pasal 1 angka 24 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(“KUHAP”) dan Pasal 1 angka 14 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana(“Perkapolri 14/2012”)

[2] Pasal 1 angka 25 KUHAP dan Pasal 1 angka 15 Perkapolri 14/2012

[3] Pasal 1 angka 19 KUHAP dan Pasal 1 angka 18 Perkapolri 14/2012

[4] Pasal 1 angka 1 KUHAP

[5] Pasal 17 ayat (2) huruf e Perkapolri 14/2012

[6] Pasal 17 ayat (4) Perkapolri 14/2012

[7] Pasal 18 ayat (1) Perkapolri 14/2012

[8] Pasal 18 ayat (2) Perkapolri 14/2012

[9] Pasal 18 ayat (3) Perkapolri 14/2012

[10] Pasal 18 ayat (4) Perkapolri 14/2012

[11] Pasal 19 Perkapolri 14/2012

[12] Pasal 78 ayat (1) KUHP

[13] Pasal 1 angka 8  Peraturan Kepolisian Negara Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 9/2018”)

[14] Pasal 4 ayat (1) Perkapolri 9/2018

[15] Pasal 4 ayat (2) Perkapolri 9/2018

[16] Pasal 4 ayat (3) Perkapolri 9/2018

[17] Pasal 5 Perkapolri 9/2018

[18] Pasal 21 Perkapolri 9/2018



https://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4eb0b53e5ee32/adakah-aturan-tentang-daluwarsa-penyelesaian-perkara-di-kepolisian?

Pengertian Pidana Kurungan, Pidana Penjara, dan Pidana Seumur Hidup

Oleh  :
Kartika Febryanti dan Diana Kusumasari

Hukum Pidana 
Bung Pokrol 

Pertanyaan

Bung Klinik, mohon pencerahan apa perbedaan antara pidana kurungan dan pidana penjara (10 tahun kurungan dan 10 tahun penjara). Lantas apa betul hukuman seumur hidup adalah sama dengan dipenjara sesuai jumlah umur terpidana, jadi bukan dipenjara seumur hidup, alias sampai mati di LP? Matur nuwun.

Jawaban

1. Sebelum menjawab pertanyaan Anda, ada baiknya kami sampaikan jenis-jenis pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):

Pidana terdiri atas:

a. pidana pokok:

1. pidana mati;

2. pidana penjara;

3. pidana kurungan;

4. pidana denda;

5. pidana tutupan.

b. pidana tambahan

1. pencabutan hak-hak tertentu;

2. perampasan barang-barang tertentu;

3. pengumuman putusan hakim.

Baik pidana kurungan maupun pidana penjara adalah merupakan pidana pokok dalam hukum pidana. Mengenai pembedaan pidana penjara dan pidana kurungan, pada dasarnya merupakan sama-sama bentuk pidana perampasan kemerdekaan sebagaimana dipaparkan oleh S.R Sianturidalam bukunya berjudul “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya” (2002: 471), berikut kutipannya:

Pidana kurungan adalah juga merupakan salah satu bentuk pidana perampasan kemerdekaan, akan tetapi dalam berbagai hal ditentukan lebih ringan dari pada yang ditentukan kepada pidana penjara.”

“Ketentuan tersebut ialah :

a. Para terpidana kurungan mempunyaihak pistole, yang artinya mempunyai hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat tidur sendiri atas biaya sendiri (Pasal 23 KUHP).

b. Para terpidana mengerjakan pekerjaan-pekerjaan wajib yang lebih ringan dibandingkan dengan para terpidana penjara (Pasal 19 KUHP).

c. Maksimum ancaman pidana kurungan adalah 1 (satu) tahun, maksimum sampai 1 tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan pidana, karena perbarengan, pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52 atau 52a (Pasal 18 KUHP).

d. Apabila para terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani pidana masing-masing dalam satu tempat pemasyarakatan, maka para terpidana kurungan harus terpisah tempatnya (Pasal 28 KUHP).

e. Pidana kurungan dilaksanakan dalam daerah terpidana sendiri (Biasanya tidak di luar daerah Kabupaten yang bersangkutan) (Pasal 21 KUHP)

Selain itu Jan Remmelink dalam bukunya berjudul “Hukum Pidana” (2003: 476) menyebutkan bahwa :

Terhadap tindak pidana pelanggaran, maka pidana kurungan merupakan satu-satunya bentuk pidana badan yang dimungkinkan. Namun demikian, pidana kurungan tidak terbatas pada pelanggaran saja tetapi juga terhadap beberapa bentuk kejahatan, yaitu yang dilakukan tanpa kesengajaan(Pasal 114, 188, 191ter, 193, 195, 197, 199, 201, 359, 360, 481 KUHP), semua diancamkan pidana penjara maupun pidana kurungan.”

Sehingga, dapat kami simpulkan bahwa perbedaan pidana kurungan dan pidana penjara antara lain adalah sebagai berikut :

Perbedaan

Pidana Penjara

Pidana Kurungan

Tindak pidana (yang diatur dalam KUHP)

Kejahatan

Pelanggaran dan Kejahatan(tertentu) Pasal 114, 188, 191ter, 193, 195, 197, 199, 201, 359, 360, 481

MaksimumLamanya pemidanaan

Seumur hidup

-     Paling lama 1 tahun.

-     Jika ada pemberatan pidana paling lama 1 tahun 4 bulan.

Lokasi pemidanaan

Di mana saja

Dalam daerah di mana terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan

Perbedaan lain

a. Tidakmemiliki hak pistole;

b. Wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

a. Memiliki hak pistole;

b. Pekerjaan yangdiwajibkanlebih ringan.

Mengenai lamanya pidana penjara dan pidana kurungan yang Anda contohkan yakni 10 tahun pidana penjara dan 10 tahun pidana kurungan, maka dapat kami sampaikan bahwa perbandingan yang Anda sampaikan kurang tepat. Karena merujuk pada uraian di atas dapat diketahui bahwa untuk pidana kurungan hanya dapat dijatuhkan paling lama 1 tahun dan dengan pemberatan menjadi 1 tahun 4 bulan. Jadi, tidak mungkin pidana kurungan diberikan sampai 10 tahun lamanya.

2. Mengenai penafsiran pidana seumur hidup, seperti telah kami sampaikan sebelumnya dalam jawaban klinikPidana Seumur Hidup bahwa yang dimaksud denganpidana penjara seumur hidup adalah satu dari dua variasi hukuman penjara yang diatur dalam pasal 12 ayat (1) KUHP. Selengkapnya, pasal 12 ayat (1) KUHP berbunyi, pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu. Dalam pasal 12 ayat (4) KUHP dinyatakan, pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.

Dari bunyi pasal 12 ayat (1) KUHP tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup adalah penjara selama terpidana masih hidup hingga meninggal. Ketentuan tersebut sekaligus menolak pendapat bahwa hukuman penjara seumur hidup diartikan hukuman penjara yang dijalani adalah selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan.

Apabila pidana penjara seumur hidup diartikan hukuman penjara yang dijalani adalah selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan, maka yang demikian menjadi pidana penjara selama waktu tertentu. Contohnya, jika seseorang dipidana penjara seumur hidup ketika dia berusia 21 tahun, maka yang bersangkutan hanya akan menjalani hukuman penjara selama 21 tahun. Hal itu tentu melanggar ketentuan Pasal 12 ayat (4) KUHP, di mana lamanya hukuman yang dijalani oleh terpidana - yaitu 21 tahun - melebihi batasan maksimal 20 tahun.

Jadi, yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup adalah pidana penjara yang dijalankan sampai berakhirnya usia/meninggalnya terpidana yang bersangkutan.

 

Dasar Hukum:

 

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)





https://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl6203/pengertian-pidana-kurungan,-pidana-penjara,-dan-pidana-seumur-hidup/?PHPSESSID=sl1cmkcf2u0bo5auctbesojbu5