Cari Blog Ini

Kamis, 12 Agustus 2021

Pembagian Harta Gono-gini Cerai Mati

Harta gono-gini menjadi problem yang harus dihadapi setiap terjadi perceraian. Tidak hanya perceraian akibat adanya ketidakcocokan dalam hubungan rumah tangga (biasa disebut cerai hidup), tapi juga perceraian yang terjadi karena suami atau istri meninggal (biasa disebut cerai mati).

Kedua kasus perceraian itu memiliki perbedaan, demikian pula pada proses pembagian harta bersama atau harta gono-gini. Namun, dalam artikel ini, kita akan lebih membahas pada cara pembagian harta bersama ketika terjadi cerai mati.

Harta Apa Saja yang Termasuk Harta Gono-gini?

Perlu diketahui, tidak semua harga yang ditinggalkan oleh suami atau istri termasuk dalam harta bersama. Anda perlu mengetahui definisi dari harta gono-gini sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Perlu diketahui, tidak ada istilah harta gono-gini dalam aturan perundang-undangan di Indonesia. Hanya saja, penyebutan jenis harta pada perkawinan ini mengacu pada pemakaian istilah harta bersama seperti yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-undang tersebut menuliskan, bahwa harta bersama merupakan semua jenis harta benda yang didapatkan oleh pasangan suami istri selama perkawinan. Dalam pemakaiannya, baik istri atau suami memiliki hak yang sama. Selain itu, penggunaannya juga harus disertai dengan persetujuan dari pihak lain.

Selain harta bersama, ada pula jenis harta lain yang tidak termasuk di dalamnya. Jenis harta tersebut adalah harta bawaan. Harta bawaan merupakan jenis harta yang dibawa oleh seorang istri atau suami sebelum menjalani perkawinan. Harta bawaan bisa berasal dari berbagai sumber, misalnya dari, penghasilan ketika masih belum kawin, hadiah, ataupun warisan.

Berbeda dengan harta bersama, kepemilikan jenis harta ini berada pada pihak yang memperoleh atau membawanya. Oleh karena itu, jenis harta ini tidak termasuk dalam harta gono-gini yang perlu dibagi ketika terjadi perceraian, baik cerai mati ataupun cerai hidup.

Dasar Hukum Cara Pembagian Harta Gono-gini Cerai Mati di Indonesia

Dasar hukum yang bisa digunakan untuk pembagian harta gono-gini cerai mati bisa dijumpai pada Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan serta Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Undang-Undang Perkawinan tidak secara khusus menyebutkan cara pembagian untuk kasus cerai mati. Aturan ini hanya menyebutkan kalau perpisahan dalam sebuah perkawinan bisa diakibatkan oleh 3 hal, yakni kematian, perceraian, serta keputusan pengadilan.

Hanya saja, aturan perundang-undangan ini mengatur secara umum pembagian harta bersama akibat perceraian. Menurut UU Perkawinan, harta bersama harus dibagi secara merata, terlepas perpisahan itu terjadi akibat kematian, perceraian, atau keputusan pengadilan.

Sementara itu, Inpres KHI lebih mendetail dalam mengatur pembagian harta gono-gini kepada suami atau istri yang ditinggal mati pasangannya. Pada pasal 96 disebutkan bahwa ketika terjadi cerai mati, maka setengah dari seluruh harta bersama merupakan hak dari pasangan yang hidup lebih lama.

Hanya saja, masih menurut Inpres KHI, pembagian harta bersama akibat cerai mati itu tidak bisa secara langsung dilakukan. Pembagian ini masih harus disertai dengan kepastian kematian yang hakiki atau kepastian kematian secara hukum berdasarkan putusan pengadilan.

Pembagian harta akibat kematian harus dilakukan secara adil. Pembagian itu tidak hanya menyangkut harta gono-gini, melainkan juga termasuk harta warisan. Dengan pembagian yang adil, harta tersebut tidak akan menjadi sumber perpecahan dalam keluarga.

Perpecahan karena masalah harta yang ditinggalkan oleh seorang yang telah meninggal itu tentu tidak diinginkan oleh siapapun. Baik oleh pihak yang masih hidup, ataupun orang yang telah meninggal dunia. Setuju, kan?



Sumber: IndonesiaGO Digital

Tidak ada komentar:

Posting Komentar