Cari Blog Ini

Rabu, 18 Januari 2023

Tegal: Cikal Bakal Advokat Dan Kantor Hukum Pribumi Pertama Di Indonesia

 

Potret Mr. Besar bersama sang Istri, RS Marjatoen (Koleksi Iwan K Soewondo/fb)
 
Banyak yang belum tahu bahwa advokat pertama di Indonesia adalah salah satu mantan Walikota Tegal pada masa Pra Kemerdekaan Republik Indonesia. Bahkan kantor Hukum pertama di Indonesia pun didirikan di Tegal. Ini sekaligua menjadi cikal bakal penyusunan konsep peradilan di Negeri ini.

Gaess, Advokat pertama di Indonesia adalah Besar Mertokusumo. Nama Besar memang tak besar seperti namanya. Tak ada nama jalan di Tegal yang mengutip namanya. Hanya masih dijadikan nama sebuah Perpustakaan Daerah di Kota Tegal.

Hingga kini belum ada gelar pahlawan yang ditambatkan padanya. Dalam literatur sejarah advokat, Besar Mertokusumo kerap disebut sebagai generasi advokat pertama.

Dalam literasi yang dituliskan oleh Daniel S. Lev, ia banyak menyinggung kiprah Besar dalam dunia advokat. Banyak buku sejarah advokat yang lahir belakangan bersumber dari buku Daniel yang bertajuk Hukum dan Politik di Indonesia. Dalam buku itulah, Daniel memperkenalkan sosok Besar Mertokusumo sebagai advokat pertama di Indonesia.

Adnan Buyung Nasution juga mengakui hal itu. Menurut adnan, Mr. Besar sempat jadi advokat tetapi tidak lama. Ia memang lebih banyak di pemerintahan, ketimbang praktik advokat, sosok Besar juga disebut sebagai penyusun konsep sistem peradilan Indonesia.

Dalam buku Daniel S. lev, sosok Besar digambarkan sebagai advokat yang sering membela terdakwa miskin dalam persidangan di Landraad (Pengadilan Negeri).

Besar menggeluti dunia advokat sekitar tahun 1923. Firma hukumnya didirikan di Tegal, Jawa Tengah, dekat kota kelahirannya, Brebes. Daniel S. Lev menyatakan kemungkinan Tegal dipilih karena disitulah keluarga dan teman-temannya berada. Beberapa kantor advokat Belanda juga sudah berdiri ketika itu di Tegal.

Ketika berpraktik di Landraad (Pengadilan Negeri), Besar tak senang dengan perlakuan pengadilan terhadap terdakwa asal Indonesia. Dalam persidangan, terdakwa orang Indonesia harus duduk di lantai, membungkuk dalam-dalam dan sangat ketakutan. Besar menilai perlakuan itu sebagai bentuk penghinaan pengadilan terhadap orang Indonesia.

Ketika itu, hakim dan jaksa menggunakan bahasa Belanda saat bersidang. Besar sendiri tak suka dengan kondisi demikian. Persidangan itu membuat orang Indonesia sulit menerima pengadilan itu seperti pengadilannya sendiri. Meski demikian, para hakim Belanda tetap menghormati Besar.

Setelah firma hukum di Tegal berkembang, Mr.Besar membuka kantor cabang di Semarang. Di kantor barunya, ia lebih banyak merekrut sarjana hukum Indonesia, antara lain Sastromulyono, Suyudi, dan lain-lain. Pernah, suatu waktu, gaji advokat dikantor itu 600 golden per bulan, ditambah dengan bagian keuntungan. Ketika zaman malaise (krisis) dua kantor yang didirikan oleh Besar itu berdiri sendiri.

Sebelum terjun ke dunia advokat, Besar bekerja sebagai panitera pada Landraad di Pekalongan. Pekerjaan itu diperoleh setelah lulus dari Rechtschool. Setelah bekerja beberapa tahun, kemudian hijrah ke Belanda untuk memperoleh gelar sarjana hukum, bersama dengan sebelas pelajar lainnya dengan kuliah di Universitas Leiden.

Kaum pribumi yang belajar hukum umumnya berasal dari komunitas Jawa, Sumatra dan keturunan Cina. Mereka belajar di Rechtschool dengan materi ilmu hukum dan hukum acara pidana. Mereka yang lulus dengan ketat bergelar rechtskundingen sebagai sarjana muda hukum. Sedang mereka yang cerdas dapat meraih penuh gelar sarjana hukumnya di negeri Belanda, yang statusnya disamakan dengan kelompok yang langsung sekolah di Belanda.

Pada umumnya sarjana hukum dari Belanda diberi dua pilihan, yaitu untuk menerapkan ilmu yang mereka miliki dengan bekerja di Belanda atau pulang ke Indonesia. Mereka yang pulang ke Indonesia sebagian besar bekerja di pengadilan dan dalam jumlah yang lebih kecil mencoba membuka kantor advokatnya. Salah satunya ada Besar Mertokusumo yang membuka kantor di Tegal.***

 

Sumber: Suara Pantura

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar