Cari Blog Ini

Selasa, 05 Maret 2024

Surat Kuasa Umum dan Surat Khusus


 

Dalam mengurus kegiatan sehari-hari, seringkali dilakukan pelimpahan kuasa dari seseorang kepada pihak lain untuk melakukan suatu kegiatan atas nama pemberi kuasa. Hukum perdata mengatur pelimpahan kuasa tersebut dengan menuangkannya ke dalam suatu surat pernyataan yang sering disebut sebagai surat kuasa. Surat kuasa dibuat sebagai bukti penerimaan wewenang atau kewajiban dari pihak pemberi kuasa kepada pihak penerima kuasa.[1]

Kehadiran surat kuasa menjadi hal yang penting karena terkadang seseorang berhalangan untuk melakukan sesuatu, sehingga perlu meminta bantuan pihak lain untuk melakukannya. Misalnya, A sebagai pemilik tanah hendak melakukan jual beli tanah dengan B. Akan tetapi, karena A berhalangan hadir, A memberikan kuasa kepada C untuk melakukan jual beli tanah milik A kepada B atas nama A. Terkait hal tersebut, terdapat pelimpahan kuasa dari A kepada C untuk menjual tanah kepada B atas nama A yang dibuat dalam bentuk surat kuasa.

Secara umum, Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disebut KBBI) memberikan definisi surat kuasa sebagai surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu.[2] 

Selain itu, surat kuasa telah diatur dalam Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) yang menyatakan:

“Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.”

Berdasarkan kedua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa surat kuasa merupakan suatu dokumen yang di dalamnya berisi segala pernyataan yang berkaitan dengan pelimpahan kekuasaan atau wewenang kepada penerima kuasa guna melakukan perbuatan hukum, untuk dan atas nama pemberi kuasa.

Adapun dua macam surat kuasa jika ditinjau segi substansi yaitu, pemberian kuasa dilakukan secara umum yang meliputi segala kepentingan dari pemberi kuasa atau secara khusus yang hanya meliputi kepentingan tertentu.[3]

Akan tetapi, pada praktiknya masih terdapat kebingungan masyarakat dalam membedakan surat kuasa umum dan surat kuasa khusus. Lantas apa saja perbedaannya?

Penjelasan mengenai surat kuasa umum dapat ditemukan dalam Pasal 1796 KUHPerdata, yang berbunyi:

“Pemberi kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan. Untuk memindahtangankan benda-benda atau untuk meletakkan hipotik di atasnya, atau lagi untuk membuat suatu perdamaian, atau pun sesuatu perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata tegas.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat terlihat bahwa surat kuasa umum merupakan surat yang sengaja dibuat oleh para pihak agar penerima kuasa dapat mengurusi kepentingan dari pemberi kuasa mengenai hal-hal sederhana atau umum.

Adapun contoh ilustrasi penggunaan surat kuasa umum adalah ketika A membeli sebuah sepeda motor pada tanggal 20 Januari 2024. Saat hendak mengurus dokumen dan mengambil sepeda motor tersebut pada tanggal 24 Januari 2024, A sedang berhalangan, sehingga A meminta B untuk mengurus dokumen serta mengambil sepeda motor pada dealer tersebut. Agar B dapat melakukan tindakan untuk mengurus dan mengambil motor yang sebelumnya telah dibeli A secara sah, A dan B perlu membuat surat kuasa yang berisi keterangan bahwa A memberikan kuasa kepada B untuk mewakilinya dalam arti seluas-luasnya dalam perkara penyelesaian transaksi pembelian motor milik A.

Selain mengenal surat kuasa umum, dalam KUHPerdata juga dikenal surat kuasa khusus yang perlu dibuat dalam hal dilakukan perbuatan hukum memindahtangankan benda-benda, atau sesuatu perbuatan lain yang hanya boleh dilakukan oleh pemilik, yang tidak dapat dilakukan dengan surat kuasa umum. 

Definisi surat kuasa khusus telah diatur dalam Menurut Pasal 1795 KUHPerdata, surat kuasa khusus didefinisikan sebagai:

“Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, yang dimaksud dengan surat kuasa khusus adalah surat yang di dalamnya telah disebutkan secara jelas tindakan apa saja yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa, seperti memindahtangankan barang atau hipotek, membuat suatu perdamaian, ataupun tindakan lainnya yang hanya dapat dilakukan oleh pemberi kuasa atau pemiliknya.

Berbeda dengan surat kuasa umum, surat kuasa khusus tidak hanya dapat digunakan sebagai pemberian kuasa dalam melakukan tindakan keperdataan. Surat kuasa khusus dapat menjadi dasar penerima kuasa dalam bertindak mewakili pemberi kuasa di depan pengadilan.

Bahkan, menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1994, surat kuasa yang diajukan oleh pihak yang berperkara di pengadilan harus berbentuk surat kuasa khusus. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa surat kuasa khusus yang dibuat untuk bertindak mewakili di pengadilan harus dicatatkan dalam Register Kuasa Khusus di kepaniteraan pada badan peradilan dimana akan dicantumkan.[4]

Selanjutnya pada sisi formatif, terdapat perbedaan format penulisan surat kuasa umum dengan surat kuasa khusus. Adapun, hal mendasar yang menjadi perbedaannya adalah dalam pembuatan surat kuasa khusus, pada bagian sub-judul dicantumkan frasa “surat kuasa khusus”, sedangkan dalam surat kuasa umum, pada bagian sub-judul dicantumkan frasa “surat kuasa umum”.[5] 

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar isi dari surat kuasa umum hanya meliputi pengurusan segala kepentingan pemberi kuasa yang bersifat umum saja dan tidak untuk melakukan pengurusan kepentingan hukum yang bersifat khusus dan esensial.

Sementara itu, isi dari surat kuasa khusus meliputi kepentingan hukum pemberi kuasa yang terperinci mengenai apa yang boleh dilakukan oleh penerima kuasa dengan cakupan wewenang yang lebih luas yang dapat bersifat esensial.

Selain itu, surat kuasa umum tidak dapat dijadikan dasar untuk mewakili maupun mendampingi pemberi kuasa di hadapan pengadilan, sedangkan surat kuasa khusus merupakan syarat penting yang digunakan oleh penerima kuasa sebagai bukti berhak mewakili dan mendampingi pemberi kuasa selama proses pengadilan. 

 

 

 

Dasar Hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek voor Indonesie, (Staatsblad 1847 Nomor 23).

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa Khusus. 

Referensi:

[1] Tim Redaksi Kumparan, Surat Kuasa: Pengertian dan Ciri-Cirinya Yang Perlu Diketahui, https://kumparan.com/berita-update/surat-kuasa-pengertian-dan-ciri-cirinya-yang-perlu-diketahui-1v6CfrNBMXb/full (diakses pada 15 Agustus 2023).

[2] KBBI, Surat Kuasa, https://kbbi.web.id/surat (diakses pada 15 Agustus 2023).

[3] Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta: PT Balai Pustaka, 2014), halaman 458.

[4] Tim Redaksi Hukumonline, 3 Perbedaan Surat Kuasa Umum dan Surat Kuasa Khusus, https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-surat-kuasa-umum-dan-surat-kuasa-khusus-cl5976/ (diakses pada 15 Agustus 2023).

[5] Ibid. 



Sumber: LBH PENGAYOMAN

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar