Cari Blog Ini

Rabu, 15 Mei 2019

Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum


Sumber foto: di sini

Sengketa ataupun gugatan perdata pada prinsipnya hanya ada dua jenis, yaitu Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).


Pada tulisan ini akan diuraikan secara lengkap namun sederhana unsur-unsur perbuatan melawan hukum dan semoga bisa menjadi referensi dalam penanganan perkara yang sedang anda tangani.

Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”

Dari bunyi Pasal tersebut, maka dapat ditarik unsur-unsur PMH sebagai berikut:

ada perbuatan melawan hukum;

ada kesalahan;

ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan;

ada kerugian.


I. Unsur ada perbuatan melawan hukum

Perbuatan melawan hukum berarti adanya perbuatan atau tindakan dari pelaku yang melanggar/melawan hukum.

Dulu, pengertian melanggar hukum ditafsirkan sempit, yakni hanya hukum tertulis saja, yaitu undang-undang. Jadi seseorang atau badan hukum hanya bisa digugat kalau dia melanggar hukum tertulis (undang-undang) saja.

Tapi sejak tahun 1919, ada putusan Mahkamah Agung Belanda dalam kasus Arrest Cohen-Lindenbaum (H.R. 31 Januari 1919), yang kemudian telah memperluas pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas pada undang-undang (hukum tertulis saja) tapi juga hukum yang tidak tertulis, sebagai berikut:[1]:

Melanggar Undang-Undang, artinya perbautan yang dilakukan jelas-jelas melanggar undang-undang.

Melanggar hak subjektif orang lain, artinya jika perbuatan yang dilakukan telah melanggar hak-hak orang lain yang dijamin oleh hukum (termasuk tapi tidak terbatas pada hak yang bersifat pribadi, kebebasan, hak kebendaan, kehormatan, nama baik ataupun hak perorangan lainnya.

Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, artinya kewajiban hukum baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk hukum publik.

Bertentangan dengan kesusilaan,yaitu kaidah moral (Pasal 1335 Jo Pasal 1337 KUHPerdata)

Bertentangan dengan sikap kehati-hatian yang sepatutnya dalam masyarakat. Kriteria ini bersumber pada hukum tak tertulis (bersifat relatif). Yaitu perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan sikap yang baik/kepatutan dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.


II. Unsur adanya kesalahan

Kesalahan ini ada 2 (dua), bisa karena kesengajaan atau karena kealpaan.

Kesengajaan maksudnya ada kesadaran yang oleh orang normal pasti tahu konsekuensi dari perbuatannya itu akan merugikan orang lain.

Sedang, Kealpaan berarti ada perbuatan mengabaikan sesuatu yang mestinya dilakukan, atau tidak berhati-hati atau teliti sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain[2]

Namun demikian adakalanya suatu keadaan tertentu dapat meniadakan unsur kesalahan, misalnya dalam hal keadaan memaksa (overmacht) atau si pelaku tidak sehat pikirannya (gila)

III. Unsur adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan (Hubungan Kausalitas)

Maksudnya, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan dengan akibat yang muncul.

Misalnya, kerugian yang terjadi disebabkan perbuatan si pelaku atau dengan kata lain, kerugian tidak akan terjadi jika pelaku tidak melakukan perbuatan melawan hukum tersebut.


IV. Unsur adanya kerugian

Akibat perbuatan pelaku menimbulkan kerugian. Kerugian di sini dibagi jadi 2 (dua) yaitu Materil dan Imateril.

Materil misalnya kerugian karena tabrakan mobil, hilangnya keuntungan, ongkos barang, biaya-biaya, dan lain-lain.

Imateril misalnya ketakutan, kekecewaan, penyesalan, sakit, dan kehilangan semagat hidup yang pada prakteknya akan dinilai dalam bentuk uang.

Adapun pemberian ganti kerugian menurut KUHPerdata sebagai berikut[3]: 

Ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata);

Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Pasal 1367 KUHPerdata). Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata, seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada dalam pengawasannya (vicarious liability)

Ganti rugi untuk pemilik binatan (Pasal 1368 KUHPerdata)

Ganti rugi untuk pemilik gedung yang ambruk (Pasal 1369 KUHPerdata)

Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh (Pasal 1370 KUHPerdata)

Ganti rugi karena telah luka tau cacat anggota badan (Pasal 1371 KUHPerdata)

Ganti rugi karena tindakan penghinaan (Pasal 1372 KUHPerdata)


KUHPerdata tidak mengatur soal ganti kerugian yang harus dibayar karena Perbuatan Melawan Hukum sedang Pasal 1243 KUHPerdata membuat ketentuan tentang ganti rugi karena Wanprestasi.

Maka menurut Yurisprudensi ketentuan ganti kerugian karena wanprestasi dapat diterapkan untuk menentukan ganti kerugian karena Perbuatan Melawan Hukum.[4]

Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa unsur-unsunr PMH bisa dibagi menjadi 4 unsur; Pertama: unsur adanya perbuatan yang melawan hukum, Kedua: unsur adanya kesalahan Ketiga: Unsur adanya hubungan kausalitas, dan Keempat: unsur adanya kerugian.

Sekian semoga bermanfaat.

BACA JUGA: TIPS MUDAH MENGENALI APAKAH SUATU KASUS WANPRESTASI ATAU BUKAN

 

Referensi:

Buku:

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer,(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002)

A Moegni Djojodirdjo: Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1982)


Undang-Undang:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


[1] Putusan Mahkamah Agung Belanda dalam kasus Arrest Cohen-Lindenbaum (H.R. 31 Januari 1919) ini telah menjadi yurisprudensi dan sudah diketahui umum telah juga menjadi rujukan bagi hukum di Indonesia.

[2] Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer,(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002) hal.73.

[3] Ibid, hal. 137.

[4] M.A Moegni Djojodirdjo: Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1982, hal 73. Bandingkan dengan R. Wirjono Prodjodikoro: Perbuatan Melawan Hukum, Bandung: Sumur Bandung, 1984, hal 44. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak membedakan dua macam kerugian, sehingga Pasal 1246 KUHPerdata dapat diterapkan terhadap perbuatan melawan hukum atau wanprestasi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar