Cari Blog Ini

Jumat, 06 Maret 2020

Pasal Apa untuk Menjerat Pacar yang Menolak Bertanggung Jawab?


Pertanyaan

W (seorang wanita), pacaran dengan L (laki-laki), hubungan mereka telah berjalan kira-kira 8 bulan. Suatu hari mereka melakukan hubungan suami istri. Sebenarnya W tidak mau melakukannnya, namun karena L berjanji akan bertanggung jawab ditambah W sayang pada L, maka akhirnya perbuatan itu terjadi. Setelah sekitar 4 bulan dari kejadian itu ternyata L menyatakan hubungan mereka putus, sebab L sudah bosan. W ingin melaporkan perbuatan L ke polisi, kira-kira pasal apa yang akan kena pada L? Apakah pasal kesopanan atau penipuan?



Ulasan Lengkap

 
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), jika kedua orang tersebut adalah orang dewasa dan melakukan hubungan seksual dengan kesadaran penuhdan atas dasar suka sama suka, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap laki–laki tersebut.
 
Hal ini karena hubungan seksual yang dapat dipidana adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan anak yang belum berusia 18 tahun,[1] perbuatan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang salah satunya terikat dalam suatu perkawinan yang disebut dengan perzinaan sepanjang adanya pengaduan dari pasangan resmi salah satu atau kedua belah pihak,[2] dan hubungan seksual yang dilakukan dengan paksaan atau pemerkosaan.[3]
 
Sayangnya Anda kurang memberikan keterangan kepada kami soal berapa usia laki-laki dan perempuan tersebut sehingga kami dapat memberikan penjelasan lebih komprehensif. Jika keduanya telah dewasa, memang tidak ada alasan bagi wanita untuk menuntut si pria.
 
Jika perbuatan tersebut dilakukan di mana salah satu atau keduanya masih anak–anak, maka pelakunya dapat diancam pidana karena pencabulan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 76D Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perpu 1/2016”) sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (“UU 17/2016”).
 
Pasal 76D UU 35/2014 menyatakan:
 
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
 
Pasal 81 ayat (1) dan (2) Perpu 1/2016 menyatakan:
 
  1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
  2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
  3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  4. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
  5. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
  6. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
  7. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
  8. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
  9. Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
 
Sekedar diketahui, janji menikahi tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka hakim untuk dilangsungkannya perkawinan. Juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian, dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu.[4] Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dala artikel Menggugat Janji-janji Kekasih, Bisakah?.
 
Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Wonosobo Nomor 120/Pid.Sus/2015/PN Wsb. Terdakwa dan korban yang masih di bawah umur (15 tahun) berpacaran. Terdakwa membujuk saksi korban dengan menyatakan bahwa terdakwa akan menikahi jika korban hamil. Namun faktanya Terdakwa malah susah ditemui dan terus menghindar ketika korban diketahui hamil.
 
Akhirnya, hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya” dengan mengacu pada Pasal 76D UU 35/2014. Hakim menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa yaitu pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
 
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
 
Putusan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar