Di dalam hukum perjanjian dikenal lima asas penting yaitu
asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum
(pacta sun servanda), asas iktikad baik, dan asas kepribadian.
Asas kebebasan berkontrak
Dalam Pasal 1338 ayat 1 BW menegaskan “semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.”
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan
kebebasan kepada pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian,
mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian/
pelaksanaan dan persyaratannya, menentukan bentuknya perjanjian yaitu
tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak merupakan sifat atau ciri khas
dari Buku III BW, yang hanya mengatur para pihak, sehingga para pihak
dapat saja mengenyampingkannya, kecuali terhadap pasal-pasal tertentu
yang sifatnya memaksa.
Asas konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320
ayat 1 BW. Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para
pihak, jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga
disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligatoir yakni
melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.
Asas pacta sunt servanda
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga sebagai asas
kepastian hukum, berkaitan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1
BW yang menegaskan “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang.”
Asas iktikad baik (geode trouw)
Ketentuan tentang asas iktikad baik diatur dalam Pasal
1338 ayat 3 BW yang menegaskan “perjanjian harus dilaksanakan dengan
iktikad baik.”
Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu
pihak Kreditur dan Debitur harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari
para pihak.
Asas iktikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni iktikad
baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Iktikad baik nisbi adalah orang
memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Sedangkan
iktikad mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan,
dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak
memihak) menurut norma-norma yang objektif.
Asas kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seorang yang akan melakukan kontrak hanya untuk kepentingan perorangan.
Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 BW.
Pasal 1315 menegaskan “pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.”
Pasal 1340 menegaskan “perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya.”
Jika dibandingkan kedua pasal tersebut, maka dalam Pasal
1317 BW mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam
Pasal 1318 BW untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya, atau
orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.
Di samping kelima asas di atas, di dalam lokakarya Hukum
perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembina hukum nasional,
Departemen Kehakiman (17 s/d 19 Desember 1985) asas dalam hukum
perjanjian terbagi atas; asas kepercayaan, asas persamaan hukum, asas
keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, asas
kebiasaan, dan asas perlindungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar