Cari Blog Ini

Selasa, 28 Februari 2017

Mediasi menurut Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan


      Mediasi merupakan salah satu proses dalam Hukum Acara Perdata baik lingkup Pengadilan Agama maupun dalam Pengadilan Negeri, hal tersebut diatur dalam Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg, yang pada sidang pertama Hakim mempunyai kewajiban untuk mendamaikan para pihak dengan memberikan kesempatan bagi para pihak untuk menempuh mediasi. Mediasi menurut Perma RI No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, bahwa mediasi dilakukan dengan pertimbangan dan tujuan untuk (1) mengurangi masalah adanya penumpukan perkara di Pengadilan, (2) merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang dianggap lebih murah, cepat dan biaya ringan, (3) memaksimalkan fungsi lembaga perdamaian.
      Tahun 2016, Mahkamah Agung RI mengeluarkan Peraturan baru terkait dengan prosedur mediasi yang memperbarui Peraturan Mahkamah Agung RI No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang telah diperbarui dengan dikeluarkannya Perma RI No. 1 Tahun 2016, sebelum diuraikan kita lihat dahulu Peraturan sebelumnya, yaitu  Peraturan Mahkamah Agung RI No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan; Peraturan Mahkamah Agung RI No.2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
      
     Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Mediator adalah Hakim atau pihak lain memiliki Sertifiat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
      Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke Pengadilan untuk memperoleh penyelesaian dan wajib hadir di dalam proses mediasi.  Mediasi yang mengalami kebuntuan atau tidak dapat didamaikan atau gagal, apabila para pihak dan/atau kuasa hukumnya:
Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
Menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah; 
Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain;
 Tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.
Menurut Perma untuk biaya Jasa Mediator:
 Jasa Mediator Hakim dan Pegawai Pengadilan tidak dikenakan Biaya;Biaya jasa Mediator nonhakim dan bukan Pegawai Pengadilan ditanggung bersama atau berdasarkan kesepakatan Para Pihak.      Tempat penyelenggaraan Mediasi dapat dilakukan di ruang mediasi Pengadilan atau di tempat lain di luar Pengadilan yang disepakati oleh Para Pihak.
      Biaya Mediasi adalah biaya yang timbul dalam proses Mediasi sebagai bagian dari biaya perkara, yang diantaranya meliputi biaya pemanggilan Para Pihak, biaya perjalanan salah satu pihak berdasarkan pengeluaran nyata, biaya pertemuan, biaya ahli, dan/atau biaya lain yang diperlukan dalam proses Mediasi.
      Mediasi yang menemui kesepakatan para pihak dan berhasil, maka Kesepakatan Perdamaian dituangkan dalam Akta Perdamaian. Kesepakatan Perdamaian adalah kesepakatan hasil Mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator. Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan Hakim yang menguatkan Kesepakatan Perdamaian.
      Perkara wajib ditempuh Mediasi menurut Pasal 4 ayat (1) Perma no. 1 Tahun 2016, adalah semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap; kecuali beberapa sengketa antara lain dibedakan: 
a.       Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui mediasi dimaksud ayat (1), meliputi:
1.       Sengketa yang diselesaikan melalui Prosedur Pengadilan Niaga;
2.   Sengketa yang diselesaikan melalui Prosedur Pengadilan Hubungan Industrial;
3.       Keberatan atas Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
4.       Keberatan atas Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
5.       Permohonan pembatalan Putusan Arbitrase;
6.       Keberatan atas Putusan Komisi Informasi;
7.       Penyelesaian Perselisihan Partai Politik;
8.       Sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana;
9.  Sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.     Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut;
c.      Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi);
d. Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan;
e.  Sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator bersertifikat.
Sumber : 
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2016
Demikian...semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar