Mediasi merupakan salah satu proses dalam Hukum Acara
Perdata baik lingkup Pengadilan Agama maupun dalam Pengadilan Negeri,
hal tersebut diatur dalam Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg, yang pada sidang
pertama Hakim mempunyai kewajiban untuk mendamaikan para pihak dengan
memberikan kesempatan bagi para pihak untuk menempuh mediasi. Mediasi
menurut Perma RI No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan, bahwa mediasi dilakukan dengan pertimbangan dan tujuan untuk
(1) mengurangi masalah adanya penumpukan perkara di Pengadilan, (2)
merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang dianggap lebih
murah, cepat dan biaya ringan, (3) memaksimalkan fungsi lembaga
perdamaian.
Tahun 2016, Mahkamah Agung RI mengeluarkan Peraturan
baru terkait dengan prosedur mediasi yang memperbarui Peraturan Mahkamah
Agung RI No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang
telah diperbarui dengan dikeluarkannya Perma RI No. 1 Tahun 2016,
sebelum diuraikan kita lihat dahulu Peraturan sebelumnya, yaitu
Peraturan Mahkamah Agung RI No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan; Peraturan Mahkamah Agung RI No.2 Tahun 2003 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan
dibantu oleh Mediator. Mediator adalah Hakim atau pihak lain memiliki
Sertifiat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam
proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian
sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian.
Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang
bersengketa dan membawa sengketa mereka ke Pengadilan untuk memperoleh
penyelesaian dan wajib hadir di dalam proses mediasi. Mediasi yang
mengalami kebuntuan atau tidak dapat didamaikan atau gagal, apabila para
pihak dan/atau kuasa hukumnya:
Tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan mediasi tanpa alasan sah;
Menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah
hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2
(dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah;
Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
Menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain;
Tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.
Menurut Perma untuk biaya Jasa Mediator:
Jasa Mediator Hakim dan Pegawai Pengadilan tidak dikenakan
Biaya;Biaya jasa Mediator nonhakim dan bukan Pegawai Pengadilan
ditanggung bersama atau berdasarkan kesepakatan Para Pihak. Tempat
penyelenggaraan Mediasi dapat dilakukan di ruang mediasi Pengadilan atau
di tempat lain di luar Pengadilan yang disepakati oleh Para Pihak.
Biaya Mediasi adalah biaya yang timbul dalam proses
Mediasi sebagai bagian dari biaya perkara, yang diantaranya meliputi
biaya pemanggilan Para Pihak, biaya perjalanan salah satu pihak
berdasarkan pengeluaran nyata, biaya pertemuan, biaya ahli, dan/atau
biaya lain yang diperlukan dalam proses Mediasi.
Mediasi yang menemui kesepakatan para pihak dan
berhasil, maka Kesepakatan Perdamaian dituangkan dalam Akta
Perdamaian. Kesepakatan Perdamaian adalah kesepakatan hasil Mediasi
dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang
ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator. Akta Perdamaian adalah akta
yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan Hakim yang menguatkan
Kesepakatan Perdamaian.
Perkara wajib ditempuh Mediasi menurut Pasal 4 ayat
(1) Perma no. 1 Tahun 2016, adalah semua sengketa perdata yang diajukan
ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek
dan perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap; kecuali beberapa sengketa antara
lain dibedakan:
a. Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui mediasi dimaksud ayat (1), meliputi:
1. Sengketa yang diselesaikan melalui Prosedur Pengadilan Niaga;
2. Sengketa yang diselesaikan melalui Prosedur Pengadilan Hubungan Industrial;
3. Keberatan atas Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
4. Keberatan atas Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
5. Permohonan pembatalan Putusan Arbitrase;
6. Keberatan atas Putusan Komisi Informasi;
7. Penyelesaian Perselisihan Partai Politik;
8. Sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana;
9. Sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan
ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut;
c. Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi);
d. Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan;
e. Sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan
penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator
bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan
tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para
Pihak dan Mediator bersertifikat.
Sumber :
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2016
Demikian...semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar